Mohon tunggu...
Andre Jayaprana
Andre Jayaprana Mohon Tunggu... Administrasi - write and share

seek first to understand

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

[8 Tahun Kompasiana] Menulis, Sharing dan Connecting Adalah Momen Terbaik

20 November 2016   10:58 Diperbarui: 20 November 2016   11:36 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FB Komunitas Kompasianer Penggila Kuliner - screenshot

Menulis dan melakukan perjalanan adalah dua hobi yang menonjol dan melekat pada diri saya. Jika saya menelusuri ke masa lalu bagaimana dua hobi tersebut kemudian dapat menjadi menonjol dan melekat pada diri saya kini, maka kesimpulannya mengarah kepada dua hal yaitu: kegiatan membaca sejak kecil dan mendengarkan radio siaran luar negeri yang disiarkan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (kebiasaan kakek, yang tanpa sengaja mungkin mempengaruhi kehidupan sehari-hari saya dulu).

Sebelum 30 April 2013, Kompasiana adalah salah satu media yang sering saya ikuti secara pasif saja, dalam arti hanya sekali-sekali membaca artikel di dalamnya jika ada yang menarik perhatian saya. Hobi menulis sendiri sampai saat itu belum tersalurkan dengan baik. Pekerjaan sehari-hari sebenarnya tidak lepas dari menulis, tentu saja menulis hal-hal terkait pekerjaan, membuat laporan dan sejenisnya. Tapi hal tersebut tentu biasa saja, mengingat jenis pekerjaan kantor yang memang demikian itu.

Usia Kompasiana sendiri sudah masuk 8 tahun. Sementara saya baru berjalan bersama Kompasiana kurang lebih 3,5 tahun. Namun demikian dalam rentang waktu 3,5 tahun ini begitu besar manfaat yang saya petik dengan menulis di Kompasiana. Kompasiana adalah media pilihan pertama saya waktu itu ketika ingin mulai menulis dalam blog. Dan memang inilah blog utama saya hingga saat ini. Belakangan saya coba membuat akun di WordPress, saya sendiri belum menemukan ide baik untuk mengembangkan lebih lanjut di WordPress terutama karena waktu yang tidak memadai. Hanya saja, jika saya berani memulai dengan WordPress, maka saya harus mengakui bahwa Kompasiana adalah rumah saya untuk belajar “ngeblog”.

Kompasiana adalah rumah belajar saya. Tapi lebih dari itu, saya menjalani setiap momen terbaik di Kompasiana justru dengan mulai duduk dan menuangkan tulisan yang mencerminkan hobi saya di Kompasiana. Bukan hanya kebaikan untuk diri sendiri saya rasakan ketika menulis, tapi seiring dengan berjalannya waktu, tulisan itu juga ternyata ada yang bermanfaat bagi pembaca. Pada perkembangan itulah saya mulai merasakan kebenaran dan berkah moto sharing dan connecting Kompasiana.

Kalau ada pembaca yang merasakan manfaat tulisan saya, maka demikian juga saya merasakan manfaat besar belajar dari membaca tulisan dan berinteraksi dengan rekan-rekan Kompasianer. Acara dan berbagai program yang diselenggarakan Kompasiana semacam Nangkring, Visit, Kompasiana TV (dulu), komunitas yang saya ikuti (walaupun dalam waktu yang sangat terbatas) seperti Kompasianer Penggila Kuliner, Rumpies The Club, Komunitas Traveler Kompasiana serta banyak lagi acara yang pernah saya ikuti di luar aktivitas menulis semakin memperluas jangkauan sharing dan connecting dalam rumah belajar saya di Kompasiana.

Hampir setahun lalu saya bertemu dengan seorang bapak yang juga Kompasianer, sebut saja Pak Sam Trader di acara Kompasianival 2015. Pertemanan berlanjut, karena melalui beliau inilah saya diperkenalkan dengan Haiku, Haiga dan Haibun. Saya tak hendak membahas tentang apa itu ? Sekilas saja bahwa itu Haiku itu adalah jenis puisi pendek, Haiga itu adalah gambar yang disertai dengan puisi pendek dan Haibun adalah jenis prosa singkat yang dikombinasi dengan puisi pendek. Semuanya berasal dari Jepang dengan ciri khas dan aturannya sendiri. 

Bapak ini bagaikan motivator dahsyat yang sangat menggoda saya untuk menulis Haiku. Kepada saya diperkenalkan komunitas Haiku di Facebook seperti Haikuku dan NewHaiku. Kedua komunitas itu sangat aktif mengembangkan Haiku dalam Bahasa Indonesia. Belakangan saya banyak membaca tulisan dan Haiku Kompasianer Pak Beni Guntarman yang selain aktif menulis di Kompasiana juga aktif mengasuh komunitas NewHaiku. Oh, begitulah ternyata Kompasiana ini, memicu dan membawa manfaat bagi saya untuk belajar lebih banyak lagi tentang Haiku, selain menikmati berbagai perjalanan kuliner bersama Kompasianer Penggila Kuliner dan mengikuti acara nangkring berwawasan.

Pernah juga saya mengikuti acara Komunitas Traveler Kompasiana yang salah satunya dimotori oleh mbak Gaganawati. Untuk keperluan pameran fotonya di Semarang tahun lalu, ternyata ada foto yang pernah saya kirimkan dalam event di Komunitas Traveler Kompasiana terpilih untuk ikut serta dipamerkan.

FB KoteKa - screenshot
FB KoteKa - screenshot
Rumpies The Club ? Komunitas ini juga sering membuat event bagi Kompasianer. Intinya siapa saja pencinta sastra, boleh coba bergabung dengan komunitas ini. Perkenalan saya dengan komunitas ini juga dimulai tahun lalu ketika ada event membuat puisi dalam rangka 70 Indonesia Merdeka. Hasilnya? Salah satu puisi saya masuk ke dalam buku antologi puisi yang diterbitkan komunitas ini. Dan ternyata menurut kompasianer Indah Noing, putri kecilnya suka membaca puisi saya itu. Dikirimkannya video, ketika putri kecilnya (Viki namanya) membacakan puisi itu. Sungguh mengharukan sekaligus membanggakan.

FB RTC - screenshot
FB RTC - screenshot
Saat ini komunitas Rumpies The Club (RTC) sedang membuat event di Facebook komunitas tersebut. Temanya tentang Aku dan Hujan November. Anggota komunitas boleh menuliskan karya berupa cerita mini atau puisi dengan tema tersebut. Nah, coba bayangkan suatu kesempatan bagus untuk menulis Haibun tentang road trip singkat saya ke Semarang awal bulan November ini. Jadinya seperti apa sih Haibun-nya.

----------

[Haibun] Gambang Semarang

Oleh: Andre Jayaprana

Walaupun beberapa kali mengadakan road trip ke Semarang, bukan berarti aku menguasai jalan di kota tersebut. Sebagian besar mengandalkan papan petunjuk jalan dan bantuan GPS. Aku sempat menawarkan istriku untuk singgah mencari makan dulu sebelum menuju hotel untuk beristirahat. Namun rintik hujan mulai membasahi kaca mobil. Begitu cepat hujan menderas.

Untung saja arus lalu lintas yang kami lalui tidak menjadi macet. Di satu persimpangan saat terhenti oleh lampu lalu lintas, terngiang dalam pikiranku alunan musik instrumental yang gemulai itu. Alunan musik di alam pikiran yang terasa menghipnotis dan magis. Hujan semakin deras dan angin bertiup kencang. Lampu jalan yang kami lalui mendadak padam. Jalan kota gelap. Sinyal GPS menghilang. Jarak pandang menjadi sangat terbatas. Sungguh mimpi buruk menjadi kenyataan.

“Kita langsung mengarah ke hotel,” kukatakan pada istriku. Aku memperlambat kendaraan mencari papan petunjuk arah Simpang Lima dan alunan musik itu semakin menjadi-jadi di alam pikiranku. Alunan musik instrumental khas yang selalu memanjakan diriku ketika beristirahat di hotel tersebut.

mendadak hujan

angin bertiup kencang

Gambang Semarang

---------

Demikian Haibun yang saya ikut sertakan dalam event FB RTC.

Ceritanya, dulu pernah saya mengikuti event visit Hotel Santika Premiere. Sejak saat itu, muncul preferensi tersendiri bagi saya untuk menginap di jaringan Hotel Santika jika keluar kota. Termasuk di Semarang. Satu hal yang sangat saya suka kalau menginap di jaringan Hotel Santika ini adalah hal kecil namun sangat berarti yang dilakukan mereka yang menyempatkan untuk membersihkan/mencuci mobil tamu yang menginap. Bayangkan, bagi saya yang menyukai road trip, apalagi di musim hujan begini, begitu siap untuk melanjutkan perjalanan menemukan mobil yang telah bersih rasanya sesegar beristirahat semalam di Hotel Santika. Itu juga yang saya alami di Hotel Santika Premiere Semarang. Tidak ada yang berubah tentang hal itu. Juga ketika di Cirebon tahun lalu. Akan saya lihat di Purwokerto akhir tahun ini.

Santika Premiere Semarang - dokpri
Santika Premiere Semarang - dokpri
Lagu Gambang Semarang adalah jenis lagu keroncong yang mengasyikkan. Kalau menginap di Hotel Santika Premiere Semarang, begitu TV menyala, maka musik instrumental (walaupun bukan dalam instrumen keroncong) Gambang Semarang ini segera mengalun. Musik instrumental yang mengalun ini begitu menghipnotis dan magis untuk tubuh yang lelah setelah perjalanan seharian. Entah mengapa, kalau ke Semarang saya ingatnya dengan Gambang Semarang, selalu terngiang begitu. Sungguh keanehan. Lagu Gambang Semarang bahkan lebih nikmat mengalun dalam versi bossa nova.

Nah, bagaimana mau menuliskan momen terbaik saya di Kompasiana ? Momen terbaik saya di Kompasiana itu hanya sesederhana berkah waktu untuk menulis, sharing dan connecting. Suatu momen perjalanan luar biasa yang saya jalani bersama Kompasiana selama 3,5 tahun ini dalam usia Kompasiana yang sudah masuk 8 tahun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun