Ceng Beng (atau Cheng Beng atau Qingming) adalah salah satu tradisi penting masyarakat Tionghoa yang masih lestari hingga kini. Tidak heran jika beberapa negara di Asia bahkan menerapkan hari libur untuk memperingati festival Ceng Beng yang juga dikenal sebagaiPure Brightness Festival atau pada puncaknya dikenal juga istilahTomb Sweeping Day. Tahun ini puncak hari Ceng Beng jatuh pada tanggal 5 April 2015. Di Taiwan misalnya bahkan sehari setelah puncaknya Ceng Beng pada tanggal 5, maka pada tanggal 6 April 2015 ditetapkan menjadi hari libur juga.
[caption id="attachment_358692" align="aligncenter" width="600" caption="dokpri - Ceng Beng, menghormati leluhur"][/caption]
[caption id="attachment_358693" align="aligncenter" width="600" caption="dokpri - Di Beberapa Negara, Ceng Beng ditetapkan sebagai hari libur"]
Ceng Beng adalah tradisi penting masyarakat Tionghoa karena pada saat inilah seluruh anggota keluarga berkumpul bersama untuk mengenang dan menghormati leluhur, melakukan ziarah ke kuburan dan bersembahyang untuk leluhur. Masyarakat Tionghoa di Indonesia pun demikian, tradisi ini juga masih lestari di Tanah Air. Jadi tidaklah heran jika hotel-hotel di Medan, Sumatera Utara misalnya sejak pertengahan Maret 2015 lalu sudah mengantisipasi meningkatnya occupancy rate selama Festival Ceng Beng ini berlangsung. Mengapa demikian? Karena biasanya akan ramai anggota keluarga dari berbagai daerah (karena sudah merantau) bahkan dari luar negeri yang kembali ke kampung halaman tempat leluhur dimakamkan untuk melakukan ritual sembahyang dan ziarah ke kuburan.
[caption id="attachment_358694" align="aligncenter" width="600" caption="dokpri - Ceng Beng menjadi saat anggota keluarga berkumpul menghormat leluhur"]
Menghormati leluhur memang tradisi yang penting bagi masyarakat Tionghoa. Konon, jauh sebelum Kaisar Xuanzong dari Dinasti Tang, tahun 732 menetapkan penghormatan tersebut agar cukup dilakukan dengan mengunjungi kuburan leluhur pada hari Ceng Beng, upacara penghormatan yang banyak dilakukan sangatlah rumit dan mahal. Jadi, memang bijaksana juga kaisar tersebut untuk mengambil keputusan seperti itu.
[caption id="attachment_358697" align="aligncenter" width="600" caption="dokpri - pernak-pernik ritual Ceng Beng"]
Kalau dari pengalaman, di wilayah Sumatera khususnya, puncak keramaian ziarah ke kuburan biasanya jatuh pada hari Sabtu atau Minggu sekitar satu minggu sebelum hari puncaknya. Entah bagaimana di negara-negara Asia lainnya yang menerapkan hari libur untuk Ceng Beng ini. Ada yang berbeda dengan tradisi hari menghormati leluhur ini di Korea Selatan, karena di Korea Selatan tradisi semacam ini justru dilakukan bersamaan dengan Festival Kue Bulan di berbagai negara Asia (Mid-Autumn Festival). Mid-Autumn Festival di Korea Selatan itudisebut dengan “Chuseok” dan salah satu yang kerap dilakukan di dalamnya adalah ziarah ke kuburan leluhur juga.
[caption id="attachment_358699" align="aligncenter" width="600" caption="dokpri - bagian dari ritual Ceng Beng yang masih lestari di Indonesia"]
Apa persisnya yang dilakukan pada saat ziarah ke kuburan leluhur pada saat Ceng Beng? Tentu saja selain ritual penghormatan kepada leluhur juga sesuai sebutannya Tomb Sweeping Day, maka membersihkanmakam juga adalah sesuatu yang lazim. Yang tidak kalah mulia pada saat ziarah ke kuburan ini, adalah kadang-kadang ada makam yang sudah tak terurus lagi dikarenakan tidak ada lagi anggota keluarga yang mengunjungi, maka anggota masyarakat yang masih mengenal akan turut bersembahyang dan menghormati serta membersihkan makam leluhur tersebut. Tidak jarang pula terjadi ada anggota keluarga yang sudah lama merantau, ketika kembali mengunjungi lokasi makam leluhur sudah tidak tahu lagi lokasi persis makam dan kebingungan mencari dan bertanya. Beruntung jika ada masyarakat setempat yang masih dapat mengingat dan membantu.
Bagi masyarakat Tionghoa yang menganut agama Katolik tentu saja tahun ini, puncak perayaan Ceng Beng menjadi unik. Festival Ceng Beng tahun ini juga bertepatan dengan pekan suci. Pekan suci merupakan tradisi yang sangat penting bagi umat Katolik untuk memperingati kisah sengsara Yesus yang dimulai dari Minggu Palma pada tanggal 29 Maret 2015 dan tentu saja pada puncaknya adalah Hari Paskah, 5 April 2015 nanti. Dalam artikel saya terdahulu (baca di sini).
Sempat saya tulis mengenai uniknya tahun baru Imlek 2015 bagi masyarakat Tionghoa Katolik, karena bersamaan harinya dengan Hari Rabu Abu yang mengawali masa Prapaskah 2015.
Sekali lagi keunikan tahun ini adalah puncak perayaan Ceng Beng yang bersamaan dengan Hari Paskah, 5 April 2015. Peringatan Paskah sendiri sesungguhnya memiliki arti lebih penting daripada Hari Natal, inilah yang sangat kontradiktif karena yang terlihat justru perayaan Natal yang begitu meriah mengalahkan makna sejatinya kesederhanaan Natal dan bahkan makna Hari Paskah. Tidak seperti Hari Natal yang memiliki tanggal tetap, 25 Desember, maka Hari Paskah selalu jatuh pada tanggal berbeda-beda. Namun kesepakatan terakhir adalah bahwa Hari Paskah ditetapkan pada hari Minggu pertama sesudah bulan purnama sesudah Vernal Equinox (hari pertama musim semi). Gereja-gereja Barat menetapkan tanggal Paskah sekitar tahun 1583. Hari Raya Paskah akan berkisar antara tanggal 22 Maret hingga 25 April.
[caption id="attachment_358700" align="aligncenter" width="600" caption="dokpri - Garden Tomb, Yerusalem"]
Ceng Beng di lain pihak, dirayakan pada hari ke-15 bulan ke-3 penanggalan Imlek, menurut keterangan pada Wikipedia, jatuh pada hari ke-104 setelah titik balik matahari pada musim dingin (atau hari ke-15 dari hari persamaan panjang siang dan malam pada musim semi). Biasanya jatuh pada tanggal 4 atau 5 April.
Paskah sendiri awalnya tidak selalu jatuh pada hari Minggu, sebagian umat Gereja Kristen Perdana menggunakan tanggal hari Raya Roti Tak Beragi orang Yahudi, yaitu pada tanggal 14 bulan Nisan dalam penanggalan Ibrani. Di lain pihak, dalam sejarahnya, Ceng Beng juga diperingati bersamaan dengan peringatan Hanshi yang menurut tradisi bermula dari kisah Chong Er dari Dinasti Tang bersama pengawal setianya Jie Zhitui. Perayaan Hanshi untuk mengenang Jie Zhitui pengawal setia Chong Er. Pada saat perayaan siapa pun dilarang menyalakan api untuk memasak, sehingga peringatan ini juga dikenal sebagai perayaan makanan dingin.
Ceng Beng dan Paskah adalah suatu tradisi panjang umat manusia dari dua budaya yang berbeda tapi dipersatukan oleh Alam Semesta dalam titik temu yang disebut Vernal Equinox (saat musim semi di mana waktu siang dan malam sama lamanya).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H