Mohon tunggu...
Andre Jayaprana
Andre Jayaprana Mohon Tunggu... Administrasi - write and share

seek first to understand

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menuju Puncak Gunung Sinai

18 Agustus 2014   06:02 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:16 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah melalui rute off-road dari Abu Zenima ke wilayah St. Catherine, Sinai, ada waktu lebih kurang 6 jam bagi kami sebelum memulai perjalanan menuju ke puncak Gunung Sinai (2.285m di atas permukaan laut). Morgenland Hotel tempat kami meluangkan waktu beristirahat dan makan malam sebelum perjalanan ke puncak Gunung Sinai, adalah hotel/resor yang dapat dikatakan “the best” untuk hotel/resor di wilayah tersebut. Namun demikian, apa yang ada pada rating tripadvisor (rata-rata) sepertinya sudah wajar karena terlalu jauh kalau mau membandingkan kamar dan fasilitas kamar yang tersedia (minim dan cukup tua) dengan fasilitas kamar kost eksekutif sekalipun di bilangan Jakarta Pusat atau Jakarta Selatan.

[caption id="attachment_319742" align="aligncenter" width="480" caption="dokumen pribadi - di puncak Gunung Sinai"][/caption]

[caption id="attachment_319743" align="aligncenter" width="480" caption="Dokumen Pribadi - Morgenland Hotel"]

14082893361278590566
14082893361278590566
[/caption]

Gunung Sinai atau dikenal juga dengan nama Jabal Mūsá, dipercaya sebagai lokasi dimana Nabi Musa menerima 2 loh batu yang berisi 10 Perintah Allah. St. Catherine sendiri merupakan desa kecil yang berada di kaki Gunung Sinai. Gunung Sinai memiliki medan yang berbatu dan berpasir serta tidak ada lampu penerangan pada saat malam dalam perjalanan menuju puncak.

[caption id="attachment_319749" align="aligncenter" width="480" caption="Dokumen Pribadi - Panorama dari Mesjid di puncak Gn. Sinai"]

1408289977147859670
1408289977147859670
[/caption]

[caption id="attachment_319750" align="aligncenter" width="480" caption="Dokumen Pribadi - Gereja Orthodox Yunani di puncak Gn. Sinai"]

14082900501117514359
14082900501117514359
[/caption]

[caption id="attachment_319751" align="aligncenter" width="480" caption="Dokumen Pribadi : Panorama dari puncak Sinai"]

14082901081347835438
14082901081347835438
[/caption]

Pukul 07.00 malam ketika kami siap bersantap malam, tiba rombongan dari Indonesia dalam jumlah yang lebih besar. Semuanya tampak lelah ketika masuk ke ruang makan. Tapi kemudian bersama rombongan dari Indonesia itulah, maka pagi dini hari berikutnya menjelang perjalanan ke puncak, lereng gunung didominasi oleh pengunjung asal Indonesia.

Sesuai anjuran, maka setelah mandi, makan dan siap beristirahat di kamar, kami sudah menggunakan pakaian yang akan digunakan untuk naik ke gunung, sehingga tepat pada pukul 12.00 malam waktu setempat saat wake up call untuk berkumpul menuju lobby hotel kami tidak membutuhkan waktu lama untuk berkemas. Hampir 3 jam sempat tidur, dan wake up call cara tradisional dengan menggedor pintu pun membangunkan kami. Sekitar pukul 00.30 pagi dini hari, rombongan kami yang terdiri dari 8 orang (5 orang memutuskan tidak ikut naik ke puncak gunung) dibawa oleh bus ke suatu terminal kurang lebih 5 menit perjalanan dan di terminal tersebut pengunjung akan melewati pos pemeriksaan. Lewat dari pos pemeriksaan, dengan taxi tua kami dibawa menuju ke terminal unta yang berlokasi di sekitar Biara St. Catherine.

Perjalanan kami menuju puncak Gunung Sinai melalui Camel Path. Camel Path merupakan lokasi yang paling banyak digunakan. Sebenarnya ada satu track lagi yang cukup berat dan tidak dapat dilalui unta. Keputusan kami adalah melalui Camel Path adalah benar-benar dengan naik unta, bukan berjalan kaki melalui jalur tersebut (walaupun ada juga yang berjalan kaki di Camel Path). Keputusan ini diambil karena waktu kami yang sempit dan harus menghemat tenaga untuk perjalanan selanjutnya menuju perbatasan Mesir – Israel pukul 09.00 pagi waktu setempat. Demikianlah, pagi dini hari tersebut kami mengantri satu per satu menuju unta yang sangat berjasa mendampingi perjalanan naik ke Gunung Sinai. Perjalanan dengan unta didampingi oleh pemilik unta. Suleyman adalah pemilik unta yang mendampingi aku, aku lupa menanyakan siapa nama untanya. Sepanjang perjalanan, Suleyman yang memandu untanya sibuk mengobrol dalam bahasa Arab dengan pemilik unta lainnya yang memandu untuk salah seorang pengunjung dari Indonesia dari rombongan berbeda.

Sudah lama aku tidak pernah melihat angkasa yang penuh bintang gemerlap seperti pagi dini hari itu. Seingatku puluhan tahun lalu, aku masih bisa melihat kumpulan bintang di angkasa pada saat berada di kampung halaman, atau ketika melintas selat Sunda, tapi rasanya tidak 20 tahun belakangan ini. Selain di planetarium kecil di Singapura atau ketika mengunjungi Planetarium di Taman Ismail Marzuki, atau di film-film futuristis tentang alam semesta, aku tidak pernah mempunyai ingatan seperti aku melihat angkasa Sinai saat itu. Seolah-olah seluruh bintang yang membentuk konstelasi di langit sedang berkumpul di angkasa Sinai saat itu. Perjalanan dengan menggunakan unta memungkinkan aku mengamati dengan jelas angkasa Sinai yang sangat bersih dari awan pada pagi dini hari itu. Tapi sebaliknya, jalan kiri dan kanan yang kami lalui dalam pendakian, hanya sekilas kalau senter dinyalakan oleh Suleyman, maka sempat terlihat batu-batu besar dan ooow…jurang! Jadi pilihan terbaik pada saat itu memang memandang keindahan angkasa serta mendengar percakapan Suleyman dan sahabatnya Mahmoud yang tidak kumengerti daripada berusaha melihat kiri-kanan jalan serta jalur yang ditapaki oleh unta. Di satu titik di angkasa sempat aku melihat hamburan cahaya seperti kembang api. Tapi jelas itu bukan kembang api karena sudah tidak mungkinkalau kembang api mencapai ketinggian seperti itu. Aku sendiri tidak tahu apa persisnya hamburan cahaya itu tapi hitunganku ada 4 kali di konstelasi langit yang sama aku melihat hamburan cahaya itu. Sekilas terlihat juga kelap-kelip lampu satu pesawat terbang yang melintas Sinai.

Perjalanan menggunakan unta berakhir di terminal unta sekitar 1,5 hingga 2 jam perjalanan dari terminal unta di sekitar Biara St. Catherine. Terminal unta terakhir ditandai oleh 2 warung. Saat itu menunjukkan pukul 02.20 dan kami beristirahat sebentar di warung sebelum melanjutkan naik ke puncak dengan jalan kaki. Dari terminal unta terakhir menuju puncak Sinai, jalan kaki ditempuh kira-kira 1 jam lamanya dengan melewati 750-800 anak tangga yang tidak beraturan track-nya, ada yang tinggi ada yang rendah, ada yang panjang dan ada yang pendek, sehingga senter sangat dibutuhkan dalam menjalani jalur tersebut. Pada sisa perjalanan itu, sudah tidak memungkinkan unta untuk melalui track-nya. Dari 8 orang dalam rombongan kami hanya 7 orang yang melanjutkan jalan kaki ke puncak. Sekitar pukul 04.00 pagi dengan cukup bersusah-payah berjalan kaki, akhirnya kami berhasil mencapai puncak. Nabi Musa yang menerima 2 loh batu di puncak Gunung Sinai dipercaya sudah lebih dari 80 tahun ketika berada di puncak ini. Ya ampun, napasku tersengal-sengal begini…tapi memang tidak berkeringat…

[caption id="attachment_319752" align="aligncenter" width="480" caption="Dokumen Pribadi - Di Pelataran Mesjid - puncak Gn. Sinai"]

14082901761648244496
14082901761648244496
[/caption]

[caption id="attachment_319754" align="aligncenter" width="480" caption="dokumen pribadi - hari makin terang"]

1408290373641924182
1408290373641924182
[/caption]

[caption id="attachment_319756" align="aligncenter" width="480" caption="Dokumen Pribadi - Panorama Sunrise dari puncak Gn. Sinai"]

1408290450837090136
1408290450837090136
[/caption]

[caption id="attachment_319757" align="aligncenter" width="480" caption="Dokumen Pribadi - Panorama diambil saat menjelang turun"]

14082905491018072560
14082905491018072560
[/caption]

Sekitar satu jam kami berada di puncak. Di puncak ini ada bangunan Mesjid kecil dan Gereja Orthodox Yunani. Walaupun cukup ramai pengunjung menanti terbitnya matahari dari puncak Sinai, tapi suasana tampak tertib.

Baru tahu kiri-kanan jalan itu ada apa dan bagaimana jalan yang kami tapaki dalam gelap serta menggunakan bantuan senter itu bagaimana, ketika turun dan kondisi sudah terang. Dan ya ampun aku sungguh mencintai makhluk ciptaan Tuhan yang membawaku naik-turun Gunung Sinai itu: UNTA. Aku menyaksikan sendiri bagaimana unta ini dapat berjalan di jalurnya yang bahkan kiri-kanannya berjurang dan tanpa dituntun oleh pemiliknya…unta-unta ini berjalan sendiri menyusuri jalur tanpa dituntun dan berjalan kembali menuju ke lereng. Terutama unta yang kunaiki, waduh…manis dan penuh pengertian setiap melangkahkan kakinya menapaki jalan menurun yang sangat menyiksa itu.

[caption id="attachment_319758" align="aligncenter" width="480" caption="Dokumen Pribadi - Ayo turun !"]

14082907401506162893
14082907401506162893
[/caption]

[caption id="attachment_319761" align="aligncenter" width="480" caption="Dokumen Pribadi - Ada yang mau ikut melompati bebatuan ?"]

14082908241759838860
14082908241759838860
[/caption]

Sedikit tips dalam perjalanan naik unta di jalur Camel Path ini, sebaiknya menggunakan pampers dan membawa bantal kecil untuk melindungi kantung kemih. Dan sebaiknya kecilkan perut dulu karena perjalanan turun bisa menyebabkan perut dan kantung kemih tertekan dengan hebat. 2 rekan saya akhirnya turun dari unta dalam perjalanan turun menuju lereng karena tidak kuat berada di atas unta dan mengakhiri perjalanan turun ke lereng dengan berjalan kaki.

[caption id="attachment_319762" align="aligncenter" width="480" caption="Dokumen Pribadi - Akhirnya sampai di lereng (lokasi sekitar Biara St. Catherine)"]

14082908881092363701
14082908881092363701
[/caption]

[caption id="attachment_319763" align="aligncenter" width="480" caption="Dokumen Pribadi: tetap semangat yaaaaa !"]

14082909721663297252
14082909721663297252
[/caption]

Sekitar pukul 07.00 pagi kami sudah tiba kembali di Biara St. Catherine.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun