Tahun baru Imlek kali ini adalah tahun baru yang unik bagi masyarakat Tionghoa Katolik. Tidak tanggung-tanggung, sejak 21 Januari 2015 lalu, Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Jakarta misalnya sampai perlu menyampaikan surat usulan bagaimana solusinya bagi masyarakat Tionghoa Katolik agar dapat merayakan Imlek sekaligus menjalankan ibadah keagamaannya dengan baik.
[caption id="attachment_351912" align="aligncenter" width="499" caption="www.trinitas.or.id"][/caption]
Mengapa demikian? Hal itu karena pada saat yang bersamaan, umat Katolik telah memasuki masa tobat. Ada suatu kebetulan yang luar biasa kali ini, ketika umat Katolik mulai memasuki masa tobat sesuai kalender liturgi tahun 2015. Masa tobat atau lazim disebut masa Prapaskah dimulai dengan hari Rabu Abu, 18 Februari kemarin. Pada hari Rabu Abu, ada ketentuannya, umat Katolik yang wajib berpuasa dan berpantang, maka harus berpuasa dan berpantang. Bagi masyarakat Tionghoa Katolik yang masih merayakan Imlek, maka malam tahun baru Imlek adalah momen penting bagi anggota keluarga untuk berkumpul dan bersantap malam bersama (reunion dinner). Pada suatu titik ada kewajiban berpuasa dan berpantang, dan pada suatu titik yang lain bersantap malam bersama adalah suatu tradisi yang melekat setiap tahunnya. Inilah mengapa tahun baru kali ini menjadi begitu unik bagi masyarakat Tionghoa Katolik.
Solusi yang diajukan oleh Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Jakarta sendiri sudah sangat baik. Artinya tradisi santap malam bersama sebenarnya masih dapat dilakukan tanpa bertentangan dengan ketentuan berpuasa dan berpantang umat Katolik. Tinggal sedikit penyesuaian saja. Karena pada dasarnya puasa dalam ketentuan Katolik adalah makan kenyang hanya satu kali dalam sehari. Maka untuk yang biasa makan tiga kali sehari, dapat mengatur saat santap malam bersama di malam tahun baru sebagai saat makan kenyang.
Adapun ketentuan pantang berarti: pantang daging dan atau pantang rokok dan atau pantang garam dan atau pantang gula dan semua manisan dan atau pantang hiburan. Walaupun hal-hal tersebut tidak begitu sulit dilakukan, menjadi agak sedikit sulit dilakukan pada malam tahun baru Imlek kali ini. Tapi memang begitulah ketika antara kehidupan beragama dan budaya hidup berdampingan, diperlukan kebesaran hati dan dialog yang berkesinambungan. Gereja Katolik sendiri sangat mendukung makna peristiwa budaya Imlek yang masih dihayati oleh sebagian masyarakat Tionghoa yang beragama Katolik.
Hari ini adalah hari Kamis sesudah Rabu Abu dalam kalender liturgi Katolik, sekaligus hari tahun baru Imlek. Di beberapa wilayah Jakarta seperti Cengkareng, Kelapa Gading dan Kemanggisan misalnya, Gereja Katolik tampak juga menyelenggarakan Misa Imlek yang cukup meriah walaupun saat ini sudah memasuki masa Prapaskah. Betapa indahnya keselarasan hidup beragama dan berbudaya seperti ini. Damai di hati sungguh sangat terasa.
[caption id="attachment_351913" align="aligncenter" width="506" caption="MetroTV: Misa Imlek di Gereja Maria Bunda Karmel. (Foto:Hardiat Dani) "]
Ke depan akan saya ceritakan lagi keunikan tahun ini bagi masyarakat Tionghoa Katolik. Untuk yang merayakan saya ucapkan Gong Xi Fa Cai dan selamat memasuki masa Prapaskah !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H