Solok, sebuah daerah yang terletak di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia, adalah wilayah yang kaya akan keindahan alam dan budaya yang khas. Dikenal sebagai salah satu sentra pertanian terbesar di Sumatera Barat,Solok memiliki lahan subur yang menghasilkan berbagai komoditas unggulan, seperti beras, sayuran, dan buah-buahan. Keberagaman budaya dan tradisi yang masih terjaga dengan baik, serta keramahan penduduknya, menjadikan Solok sebagai destinasi yang menawarkan pengalaman wisata yang unik dan autentik. Selain itu, berbagai potensi ekonomi dan pembangunan infrastruktur yang terus berkembang, menjadikan Solok sebagai daerah yang semakin maju dan berdaya saing tinggi di tingkat nasional.
Di tengah hamparan sawah yang luas membentang, lahirlah sebuah tradisi yang dikenal dengan nama Tulak Bala  (Tolak Bala).Tulak Bala adalah salah satu tradisi khas yang masih dilestarikan oleh masyarakat Solok, Sumatera Barat. Tradisi ini merupakan ritual adat yang dilakukan untuk menolak bala atau musibah,dan meminta permohonan agar panen padi melimpah serta perlindungan dan keselamatan dari Tuhan Yang Maha Esa. Dalam pelaksanaannya, Tulak Bala melibatkan berbagai elemen budaya Minangkabau, seperti pembacaan doa, pemotongan hewan kurban, dan upacara adat yang dipimpin oleh tokoh adat atau ulama setempat. Prosesi ini biasanya diadakan pada waktu-waktu tertentu, terutama ketika masyarakat merasa ada ancaman atau tanda-tanda alam yang tidak biasa. Melalui Tulak Bala, masyarakat Solok tidak hanya mempererat hubungan sosial di antara mereka, tetapi juga memperkuat keimanan dan rasa syukur kepada Sang Pencipta. Tradisi ini mencerminkan kearifan lokal yang kaya dan menjadi salah satu simbol ketahanan budaya di tengah modernisasi yang terus berkembang.
Asal Usul TradisiÂ
Masyarakat Minangkabau telah mengenal paham animisme dan dinamisme sejak dahulu kala. Mereka percaya bahwa setiap makhluk gaib itu ada yang baik dan ada  pula yang jahat. Dan awal mula upacara 'tulak bala' dari keyakinan masyarakat akan adanya kekuatan diluar diri manusia. Makhluk tersebut mampu mempengaruhi, merubah dan menghancurkan kehidupan manusia. Sehingga manusia harus menjaga makhluk ini agar tidak murka.Walaupun manusia telah berusaha menjaga,akan tetapi kesalahan dapat saja terjadi karena ketidaksengajaan.
Menurut istilah 'tulak bala' yang terdiri dari dua kata yaitu 'tolak' dan 'bala'. 'Tolak' barati penolakan; usaha untuk menghindari,menangkal,sedangkan 'bala' berarti bahaya yang dating tiba-tiba. Jadi tolak bala bararti usaha untuk menghindari bahaya yang datangnya bukan dari manusia melainkan makhluk gaib dan kekuatan- kakuatan alam yang membahayakan keselamatan masyarakat atau yang menyebabkan berkurangnya hasil panen,gagal panen dan juga untuk melindungi masyarakat dari bencana.
Masyarakat Minangkabau mengenal istilah tradisi Tolak Bala dengan sebutan Bakaua. Bakaua adalah sebuah tradisi berkenanaan dengan pertanian yang terdapat dibeberapa daerah di Minangkabau.Tradisi ini yaitunya samacam ritual tolak bala yang dilakukan sebelum atau bersamaan dengan kegiatan turun kesawah atau proses awal mengerjakan sawah. Masyarakat percaya akan melindungi mereka dari segala marabahaya dan bancana. Saat ini, tradisi bakaua perlahan mulai hilang di tengah masyarakat, Beberapa daerah yang masih melakukan tradisi bakaua seperti daerah Solok, Sijunjung, dan Tanah Datar.
Mengenal Pelaksanaannya
Dilansir dari sumber Oktaria (2021),bahwa ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kota Solok,Rusli Sulaiman mengatakan bahwasannya tulak bala merupakan tradisi turun-temurun yang masih dipegang teguh oleh masyarakat setempat dan secara rutin dilakukan tiap tahunnya.
Acara ini biasanya dipimpin oleh "orang siak" atau pemukaan keagamaan yang ada dinagari. Orang siak yang dipilih yaitunya yang melalui kesepakatan bersama. Tugasnya adalah memimpin warga berdoa kepada allah agar tanaman padi dapat tumbuh subur serta agar masyarakat dapat hidup rukun dan damai terhindar dari bala bencana.