Selama minke ada di sekolah dokter, di menjalani sekolahnya dengan baik dan menyusul ketertinggalannya dengan baik. Dalam masa belajarnya dia juga beberapa kali mendapat undangan penting dari Gubermen seperti pertemuan Tweede Kamer. Dalam pertemuan tersebut dibahas hal-hal seperti kekuasaan-kekuasaan, rodi, kerja bebas (Petani Pribumi).
Semasa di Surabaya Minke memiliki teman tiong hoa yang kini sudah meninggal, dan sebelum meninggal ia menitipkan surat pada minke untuk disampaikan pada sahabatnya yang berada di batavia. Setelah sekian lama minke baru sempat mencari sahabat dari teman tiong hoanya yang bernama Ang San Mei. Kemudian dicarinya Ang San Mei, pertama dikira Ang san Mei itu adalah seorang pria dan ternyata ia adalah seorang wanita kurus dan cantik. Kemudian Minke terpesona dengan kecantikan Mei, pasca itu mereka kerap kali bertemu lagi dan akhirnya timbul cinta antara mereka yang akhirnya menjadikan mereka berdua menikah.
Dalam pernikahannya Mei sudah sering kali berbicara pada Minke untuk membuat Organisasi. Seperti saat adanya kuliah umum yang diadakan oleh alumnus dari pensiunan dokter jawa di jogja, kata dokter “Bagi orang intelegent orang cerdas bukan hanya berilmu dan berpengetahuan, tak mugkin terlepas perhastiannya dari masalah-masalah kehidupan, apalagi kehidupan yang vital, memikirkannya, memecahkannya dan menyumbangkan pikirannya.
Kehidupan yang vital terdiri dari kebahagianaan, kesengsaraan, kesejahteraan, keberuntungan, penderitaan, cinta dan kasih sayang, pengabdian, kebenaran, keadilan, dan kekuatan. Sebagai anak bangsa harus timbul kesadaran bangsa bukan kepingsanan bangsa”. Dalam kuliah umum itu intinya dokter jawa menyerukan untuk kaum intelektual khususnya calon dokter yang merupakan pengakses penduidikan tertinggi untuk membentuk suatu organisasi bagi penyelamat bangsa. Mei menunjukan ketertarikannya pada kuliah itu dan memberikan beberapa pertanyaan yang disampaikan melalui minke.
Suatu saat Mei pergi dari rumah ibu badrun dan pulang tengah malam tanpa seizin ibu badrun dan Minke, ternyata Mei telah menjalankan organisasi tiong hoanya. Organisasi untuk membela negaranya yang jauh disana. Lebih dari tiga bulan mei setiap hari pulang malam, dan kehidupan keluarga mereka seakan hampir hancur dikarenakan Mei sibuk dengan organisasainya dan Minke sibuk dengan perkuliahaannya. Pada saat itu Minke belum tertarik untuk membuat organisasai yang seperti diserukan dokter jawa dan mei. Sampai suatu saat mei jatuh sakit, dan sakit itu begitu parah yang sampai membuat diringya di panggil yang kuasa.
Setelah kepergian Mei untuk selamanya Minke mendapat keputusan dari sekolah dokter bahwa ia dipecat dan harus mengganti uang yang telah ia gunakan selama di sekolah dokter. Lepas dari sekolahnya ia hidup sendiri dan mulai merasa kesepian. Kemauan Minke untuk membuat gerakan sosial modern mulai muncul ia memulai dengan membaca surat-surat dari Ter Haar yang menceritakan kejadian yang dialami oleh pribumi di Bali serta kegigihan rakyat Aceh saat perang Aceh dan perkataan Mei tentang organisasi modern Tiong Hoa Hwe yang membela bangsanya.
Kemudian Minke mulai membuat tulisan tentang gerakan sosial modern yang ia cita-citakan dan mengirimkan tulisan itu kebeberapa alamat seperti ke para bupati dan gubermen. Salah satu bupati yang memberi respon positif terhadap tulisan itu adalah bupati Serang. Minke memutuskan menemuhi bupati Serang yang dianggap Minke memiliki tujuan sama sehingga dapat mewujudkan gerakan sosial yang diharapkannya. Namun hasil yang Minke dapat berbeda dengan harapannya Bupati itu ternyata merespon jauh dari isi surat yang dikirimkan ke Minke. Ternyata dulu dokter Jawa juga pernah menemuhinya dan mendapatkan jawaban yang sama seperti yang didapatkan Minke.
Semangat Minke belum luntur ia menulis lagi dan mengirimkannya ke berbagai penjuru tidak hanya di Betawi bahkan sampai Jawa dan Aceh ia mendapat dukungan kembali dari para priyai. Ia menemui seorang gubermen dan ia menyarankan untuk bertemu seorang dermawan bernama Thamrin Muhammad Tabri yang mendukung berdirinya gerakan sosial ini dan ia menyarankan untuk memberi nama gerakan ini serikat. Berawal dari pertemuan ini diadakan pertemuan besar yang didatangi oleh para priyai dan seluruh rakyat didaptkan keputusan dengan nama gerakan serikat priyai dengan ketua Thamrin muhammad tabri dan sekerterisnya Minke.
Serikat priyai memiliki sebuah majalah mingguan sebagai media untuk menyerukan gerakan sosial modern ini yang bernama Medan, di majalah ini seluruh rakyat dapat menyuarakan ketidakadilan yang mereka alami dan segala penindasan yang terjadi pada pribumi. Inilah majalah pertama yang bukan miliki Hindia dan bukan miliki Tiong Hwa melainkan miliki rakyat Hindia.
Tidak lama setelah serikat priyai berdiri Minke diundang bertemu dengan gubermen Van Heutz di Buitenzorg yang sekarang Bogor untuk diajak bekerjasama, dan masalah modal Gubernur Jenderal Guberman yang akan menanggung. Organisasi pertama yang telah diusungnya, yaitu Syarikat Priyayi tidak bisa lagi bergerak, dimana angota-angotanya merupakan para priyayi yang statis, tak punya inisiatif, tidak punya gairah hidup, dan ingin menghabiskan hidup dengan tenang dalam dinas Guberman.
Kejadian-kejadian besar semakin bermunculan, pemerintah Van Heutsz sarat akan kekerasa, dimana terjadi pemberontakan petani, yaitu golongan Samin di Jawa Tengah. Di Klungkung Bali kompeni melancarkan serangannya besar-besar. Korban berjatuhan, nyawa dalam hitungan detik telah tergeletak bersimbah darah, dan desa-desapun berjatuhan satu demi satu. Di Minangkabau terjadi pemberontakan baru menolak rodi dan pajak.