Kebakaran pasar biasa terjadi di daerah-daerah di Indonesia, biasanya disengaja oleh kelompok uknum yang berkepentingan. Bisa dari oknum pengembang dan bisa juga oknum Pemerintah Daerah. Namun kebakaran Pasar Turi di kota Suurabaya terjadi saat Walikotanya Bambang, bukan Risma. Menariknya kini Polda Jatim telah mengirim SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) kepada Kejati Jatim tanggal 30 September 2015 lalu.
Menurut Kapolri, Badrodin Haiti, di Kompas.com 24 Oktober 2015, penyidikan kasus pasar Turi telah dihentikan, namun untuk sementara waktu menunggu hingga pilkada serentak 9 Desember 2015 berakhir. Artinya setelah pilkada penyidikan terhadap Tri Rismaharani, Walikota Surabaya, akan dilanjutkan. Satu lagi orang baik akan dikorbankan demi kepuasan lawan-lawan politik Risma.
Disatu sisi Polisi dan Jaksa gemar sekali mentersangkakan, menterdakwakan Bupati/Walikota/Gubernur, disisi lain proses tersangkanya Risma akan menimbulkan kegaduhan baru. Mengapa kegaduhan baru ?, karena dilakukan pada saat menjelang pilwali Surabaya awal bulan Desember 2015 nanti. Entah dimana eror-nya oknum oknum polisi negara kita ini. Sejak pisah dengan TNI semangat memeriksa saudara-saudaranya sebangsa setanah air menjadi sangat bergairah, apa motivasinya ?
Berbicara motivasi tentu motivasi utama mempersangkakan "orang" ada dua. Apabila itu kriminal murni yang dilakukan orang biasa jelas itu penegakkan hukum, dan ksusu politis atas dasar pesanan orang lain. Tetapi jaman sekarang ini dua motivasi utamanya yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1).Uang. Tentu dengan memtersangkakan seorang Walikota/Bupati/Gubernur/Dirut BUMN , maka ada udang dibalik "batu". Makna nya tentu mereka kan memeras para tersangkanya habis-habisan. Bila ada faktor polisnya, maka oknum polisi/jaksa itu mendapat uang sogokan kiri dan kanan, biasanya dari sang pemesan selaku lawan politik. Dan yang kedua dari tersangka. Mudah bukan, apabila oknum penyidik mendapat sogokan misalnya 1 Milyar dari lawan politik, maka uang itu diterimanya, dikeluarkan SPDP. Kemudian apabila dari tersangka mendapat lebih, misalnya saja 2 Milyar, maka biasanya uang yang 1Milyar dikembalikan ke pemesan dengan alasan kurang bukti dan 1001 alasan lainnya.
2). Naik pangkat. Beberapa kasus hukum di Indonesia yang dijadikan "modal dengkul" untuk naik pangkat, padahal kasus-kasus itu kasus bernuansa politis dan kesannya mencarai-cari kesalahan orang lain. Contoh nyata kasus Gubernur Bali dahulu Ida Bagus Oka, kasus rekayasa sengkon karta, dan masih banyak kasus-kasus lain yang memang direkayasa guna mendapat promosi kenaikan pangkat di Kepolisian dan Kejaksaan.
Kini, satu lagi orang baik, yaitu Risma akan di kriminalisasi, motivasinya ada dua hal yang penulis jelaskan diatas. Kini penulis yakin bahwa kriminalisasi Risma atas dasar pesanan lawan politik yang tidak suka dengan Risma, apa alasannya :
1). Penyidikan dilakukan menjelang pilkada serentak. Dengan dikeluarkannya SPDP , maka  nama baik Risma sudah menuju kehancuran, apalagi bila dilakukan jelang pilkada Walikota Surabaya tentu persan politisnya agar Risma makin banyak dibenci orang dengan tolok ukur tingkat popularitasnya yang menurun,
2). Jangka Panjang. Motivasi jangka panjangnya adalah menghalangi Risma menjadi Gubernur DKI, karena Risma orang Jawa dan sebagian pemilih di DKI didominasi orang Jawa Timur-Jawa Tengah, maka jangankan Ahok, Emil, Sandiaga, Tantowi Yahya, dan adyaksa Dault akan kalah jauh dibanding Risma. Apabila Risma terpilih menjadi DKI 1, maka untuk RI 1 mengikuti jalan Jokowi akan semakin mudah buat Risma. Jadi dihancurkan saja karir politik Risma saat ini seperti kejadian 2004-2005 saat oknum aparat hukum menghancurkan karir Bupati Temanggung Totok Ary Prabowo dahulu.
Apabila Risma bisa dihancurkan maka estafet politik yang dilakukan PDIP akan macet, mengingat Risma adalah salah satu kader terbaik PDIP yang paling laku dijual ke pasar. Memang banyak kader PDIP di kabinet maupun sebagai Kepala Daerah, tetapi menurut penulis tidak ada yang saat ini popularitasnya menyamai Risma, karena Risma kader terbaik pemimpin yang bisa dijual PDIP setelah Jokowi.
Tidak percaya ?, buat saja survey jelang Pilpres nanti antara tokoh-tokoh Nasional siapa yang mencapai popularitas tertinggi dimata publik, penulis yakin Risma yang tertinggi. Dengan syarat Risma tidak tersangka dan terdakwa apalagi terpidana. Atau buat survey saat ini juga antara Risma dan Puan Maharani, tentu Risma jauh unggul.
Kesimpulan yang didapat, mempersangkakan Risma adalah upaya membuat kegaduha baru di jaman pemerintahan Jokowi ini, kegaduhan ini setelah pilwali Surabaya apabila diteruskan akan menjadi duri dalam daging bagi jalannya pemerintahan, oleh karena itu perlu ada tim independen yang memeriksa apa betul Risma adalah tersangka korupsi, minimal alat-alat bukti yang dipakai harus valid, apabila rekayasa maka kehancuran bangsa Indonesia semakin mendekat.
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H