Matahari sore memancarkan cahaya keemasan ke jalan-jalan, bahkan di candi kuno Prambanan, tempat favorit Adisti untuk menyepi, berjarak sekitar 15 Kilometer dari pusat kota Yogyakarta. Disinilah menurut Adisti, bisa menikmati alam dan semilir angin yang berhembus. Adisti, duduk dan memetik gitar sambil bersenadung dengan lagu-lagu masa kini dan terkadang lagu-lagu Jawa.
Candi ini adalah salah satu keajaiban arsitektur yang paling mengesankan, di Asia Tenggara. Dibangun pada abad ke-9 Masehi, selama masa keemasan Kekaisaran Mataram Kuno, candi Prambanan adalah pusat keagamaan dan pemerintahan yang penting di pulau Jawa. candi Prambanan, bagi Adisti adalah magnet dan simbol dari kekayaan spiritual yang berharga, Â karenanya, dia menyukai tempat ini untuk menyepi dan menjadi inspirasi dalam hidupnya.
Hari semakin senja ketika Adisti terus memetik gitar, namun, dia seperti mendengar ada suara langkah kaki dibalik candi yang semakin mendekat menujunya.
"Bisakah saya bergabung denganmu?" tanya Mathias, dengan ragu berkata, berdiri di sisi Adisti.
Adisti, menoleh sejenak terkejut oleh kehadiran tiba-tiba Mathias. Tanpa menjawab, Adisti mengganggukan kepalanya, menggeser posisi duduknya memberikan isyarat kepada Mathias, untuk duduk bersebelahan di anak tangga candi kuno itu.
"Tentu saja," jawab Adisti, suaranya dipenuhi dengan kehangatan.Â
"Silahkan, duduklah." lanjut Adisti lagi.
Mathias menempatkan dirinya duduk bersebelahan dengan Adisti, sisi paha dan bahunya saling bersentuh, sementara, matanya terpaku pada gitar yang berada di pangkuan Adisti.
" Aku mendengarnya tadi dari balik sisi candi, kamu, bermain dengan indah," puji Mathias, matanya berkilauan dengan kekaguman yang tulus.
Rona merah merambat di pipi Adisti. Dia, tidak menduga Mathias yang tiba-tiba hadir di candi kuno ini, memuji dirinya karena indah memetik gitarnya.
"Terima kasih," balas Adisti, jarinya masih mencubit senar.
"Bisakah, engkau memainkan lagu untukku?," pinta Mathias.
Adisti menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya pelan-pelan. Selang beberapa detik, jarinya yang terampil memetik gitar sambil menyanyikan sebuah lagu tradisional Jawa, bertemakan cinta, kerinduan, dan harapan.
Sumilir angin wengi kang tumetes
Anambahi kangenku sansoyo gedhe
Titipan rindu iki sansoyo akeh
Amung biso dedungo
Angenku nggo kowe (angenku nggo kowe)
Sliramu siji, tresnoku yo mung siji
Tak simpen lan tak jogo tekaning mati
Panyuwunku kanggo riko, njogo tresno nisun
Sayang, aku tulus tresno sliramu
Tresno ra bakal ilang
Kangen sansoyo mbekas
Tembang rindu kanggo riko
Janji suci tekaning pati
Salam tresno dijogo
Sumpah tulus kanggo riko
Salam rindu neng sliramu
( lagu dari Denny Cak Nan, salam tresno )
Angin malam bertiup
aku sangat merindukanmu
aku sangat merindukanmu
Hanya Anda yang bisa mendengarnya
Aku merindukanmu (aku merindukanmu)
Kamu adalah satu, cintaku hanya satu
Saya tidak menyimpannya dan tidak membuangnya
Permintaanku adalah mengunjungimu, jagalah cintamu
Sayang, aku dengan tulus mencintaimu
Cinta tidak akan hilang
Senadyan adoh panggonanmu
Aku rindu Sansoyo
Lagu yang hilang untuk dikunjungi
Janji suci kematian
Salam dan cinta
Meski tempatmu jauh
Sumpah yang tulus untuk berkunjung
Salam, aku merindukanmu
(lagu dari Denny Cak Nan, salam cinta)
Mathias menutup mata, membiarkan musik membawanya pergi menuju kepada hati Adisti lebih dalam. Setiap akord yang dimainkan Adisti, lirik lagu yang dinyanyikan, menuangkan kedalam hati dan jiwa Mathias, mengekspos pemikirannya, dan perasaannya tanpa ragu, bahwa perempuan yang berada disebelahnya yang memetik gitar dengan lembut, adalah bidadari cintanya yang selama ini dia butuhkan untuk mengisi kekosongan hari-harinya.
Saat nada-nada terakhir melodi dimainkan, Mathias kembali membuka mata, hatinya lebih yakin dari sebelumnya. Ia menatap wajah Adisti, senyum terukir di bibirnya.
"Terima kasih telah mendengarkan," ucap Adisti, tersenyum dengan lembut. Mathias membalas senyumnya, matanya terpancar kilauan kebahagiaan.
Dan pada saat pandangan mereka saling beradu, mereka tahu bahwa mereka telah menemukan sesuatu yang berharga, hubungan yang melampaui kata-kata, harmoni yang beresonansi dalam lubuk hati mereka.
"Terima kasih telah berbagi musikmu, itu menyentuh jiwa saya, dengan cara yang tidak bisa saya jelaskan." Â ujar Mathias, seraya membisikan ke telinga Adisti.
"Musik kamu benar-benar indah," kata Mathias, melanjutkan
Saat langit berwarna jingga dan kemerahan, mereka masih duduk di tangga Candi, tenggelam dalam musik dan percakapan, membiarkan diri mereka terbawa oleh perasaan dan cinta. Dan, saat mereka duduk bersama dalam cahaya senja yang memudar, Adisti dan Mathias, merasa terikat oleh perasaan yang terus tumbuh di antara mereka. Pada saat itu, mereka tahu bahwa mereka telah menemukan sesuatu yang istimewa yang didasari oleh perasaan dan cinta, dan tanpa sadar, Adisti, menyandarkan kepalanya di pundak Mathias, Mathias mengelus lembut rambut panjang Adisti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H