Mohon tunggu...
A. S. Narendra
A. S. Narendra Mohon Tunggu... Administrasi - Tunggu sebentar, tulisan belum selesai diketik...

Jika kau bukan anak raja dan bukan anak Ulama besar, maka menulislah. --Imam Ghazali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pendekar Pedang Sakti Mandraguna dan Raja Kere

28 Maret 2014   17:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:21 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada suatu masa, hiduplah seorang manusia besar bernama Iskandar, nama lengkapnya Iskandar Zulkarnain. Zulkarnain sendiri secara harfiah berarti “Dia yang bertanduk”. Zulkarnain konon merupakan julukan yang muncul karena telah mengalahkan lawan-lawannya dari Timur hingga ke Barat. Suatu kehormatan besar bahwa pada malam nan indah bertebar bintang, Iskandar Zulkarnain rela duduk bersama, meluangkan waktu bertukar cerita di Pulau Cahaya, pulau nan bercahaya yang cahayanya lebih terang daripada Nusantara.

Iskandar Zulkarnain, pria ramah bersenjata Pedang Cura Si Manja Kini. Cura Si Manja Kini, nama pedang itu berasal dari nama Curiga Si Manda Kini, artinya Pisau dari Tasik Mandakini. Tasik Mandakini sendiri adalah sebuah daerah yang terletak di sebelah Sungai Genges di India. Pedang tersebut  kini tersimpan di  Kerajaan Perak.

Ilmu pedang Iskandar Zulkarnain sakti mandraguna, terlatih bertahun-tahun lamanya. Kini ia memegang tampuk pimpinan di negara nan aman sentosa. Iskandar Zulkarnain adalah pria dua belas bersaudara. Dia merupakan anak keempat ayah-ibunya. Ibu yang sungguh bangga menemukan kenyataan bahwa Iskandar Zulkarnain telah menjadi raja nan adil dan bijaksana. Raja bijaksana yang tidak pernah melupakan jasa orang tuanya.

***

Alkisah, hiduplah di Pulau Cahaya pria nan nestapa. Lelaki bercelana biru sobek disana-sini. Lelaki yang mencari sebilah kayu sebagai tongkat untuk menyapu. Dia memiliki cita-cita besar, namun hidupnya tidak semulia cita-citanya. Dia tidak ingin menjadi tukang sapu, namun apa dayanya, saat ini dia ditakdirkan menjadi tukang sapu. Lelaki itu bernama Ki Kalamwadi, begitu dia menginginkan orang-orang memanggilnya. Dia berkata bahwa Kalamwadi berarti pena rahasia.

Iskandar Zulkarnain mengawali kisahnya. Beliau menjelaskan bahwa dirinya telah belajar ilmu pedang sejak berusia 12 tahun. Dasar-dasar ilmu tersebut sudah dipelajari bertahun-tahun sebelumnya. Ilmu pedang bukanlah satu-satunya ilmu yang dia pelajari. Ilmu tata bahasa, seni, akidah, ahlak, tauhid, bahkan tasawuf menjadi santapan sehari-hari. Semua ilmu tersebut sangat bermanfaat untuk menunjang ilmu pedangnya. Apabila menguasai ilmu pedang tanpa dilandasi ilmu-ilmu tersebut, bukan hal yang mustahil ilmu pedangnya akan membawa petaka.

Kecerdasan hati Iskandar membuat karirnya cemerlang. Lima tahun setelah mempelajari ilmu pedang secara formal, dirinya sudah didapuk menjadi punggawa di kerajaan tempatnya menimba ilmu. Ada suatu ketika, Iskandar bersama sembilan orang rekannya berkeliling Nusantara. Dia menemui pujangga-pujangga nan harum namanya. Kebanggan tersebut diceritakannya kepada Ki Kalamwadi dengan mata berbinar. Ki Kalamwadi tersenyum sambil menghembuskan asap rokok kreteknya.

Tibalah ketika Iskandar menceritakan intisari dari ilmu pedangnya. Dia memiliki prinsip bahwa untuk menguasai ilmu pedang harus setiap hari. Seperti atlet pedang, sehari minimal berlatih delapan jam. Lakukan. Bukan hanya membaca buku tentang ilmu pedang atau membaca tentang logam untuk membuat pedang, bahkan bukan pula mencari guru-guru ilmu pedang di sana-sini. “Lakukan”, kata Iskandar. “Lakukan tiap hari”. Dia mengakui bahwa dirinya bukan orang yang banyak membaca kitab ilmu pedang. Baginya, kunci kehebatan seorang ahli pedang adalah berlatih. Lagi-lagi Ki Kalamwadi tersenyum mendengar penuturan Iskandar, sang ahli ilmu pedang.

Iskandar bermalam di sebuah ruang nan indah. Harum baunya. Dia sengaja datang ke Pulau tempat tinggal para dewata atas undangan Kerajaan Perta, sebuah kerajaan yang memiliki emas hitam nan kemilau warnanya. Emas hitam tersebut menjadi rebutan banyak orang karena bisa diolah menjadi bermacam-macam bentuk perhiasan maupun senjata yang mahal harganya. Iskandar diminta untuk melatih ilmu pedang, sehingga emas hitam yang banyak dihasilkan di Kerajaan Perta mampu diolah menjadi pedang. Pedang nan unik, hitam berkilau dan harum semerbak baunya ketika dikibaskan dan memenggal leher lawan-lawannya. Lagi-lagi Ki Kalamwadi tersenyum mendengarkan penuturan Iskandar. Kali ini senyum bangga bahwa dirinya duduk berdampingan dengan salah satu ahli pedang yang tersohor kehebatannya.

Tiba giliran Ki Kalamwadi menceritakan tentang dirinya. Dia bingung dan tersenyum kecut. Bingung karena tidak ada hal menarik untuk diceritakan, tersenyum kecut karena tidak percaya diri untuk bercerita pada Sang Ahli Pedang. Dengan terpaksa dia bercerita bahwa dia tidak menguasai ilmu pedang. Ki Kalamwadi hanya memiliki sebilah kayu. Kayu yang dia peroleh dari sapu lidi yang sudah jelek dan tidak terpakai. Ki Kalamwadi membersihkan dan meraut, lalu mendatangi perajin untuk menghaluskannya. Dia menyebutnya tongkat sapu.

Ki Kalamwadi berkata dalam hati, kata yang tentu tidak didengar oleh Sang Pendekar:

“Sapu… Orang yang sedang menyapu pasti akan menengok ke bawah, melihat pada kotoran yang disapunya. Menyapu bukan hal yang mudah, karena seringkali membungkuk dan meraih kotoran yang tidak dapat hilang hanya dengan menyapu. Menyapu halaman rumah sebaiknya dilakukan setiap hari, paling baik lagi di pagi dan sore hari, karena kotoran setiap saat muncul diantara kedua waktu tersebut.

Apabila ada dua halaman, yaitu halaman depan dan halaman belakang rumah, paling mudah adalah menyapu halaman depan rumah. Hal itu disebabkan karena halaman depan rumah paling sering dilihat orang, terutama tamu. Halaman belakang tidak disapu pun tidak ada yang perduli, paling-paling menjadi tempat bersarangnya tikus, kecoa, lipan, lalat, dan hewan-hewan yang tinggal di tempat kotor. Sekarang bayangkan apabila rumah itu diganti hati, jantung hati. Rumah adalah tempat tinggal lahiriah, hati adalah tempat tinggal batiniah. Apabila hati seorang manusia itu bersih, biasanya akan memiliki rumah yang bersih pula. Ki Kalamwadi membuat tongkat sapu yang digunakan sebagai tongkat komando dari gagang sapu lidi. Dia adalah komandan penyapu hati.”

Hari berganti. Pagi hari, Ki Kalamwadi kembali memenuhi panggilan Sang Pendekar ke tempatnya bermalam. Persis sama dengan pakaian yang digunakannya semalam, Ki Kalamwadi masih menggunakan celana biru berlubang dan jaket biru gelap marinir. Ki Kalamwadi memakai kaos oblong warna merah jambu dan sandal jepit berwarna hitam. Dia juga menyampirkan kain ikat kepala berwarna hitam di bahunya. Kain itu berguna untuk menutupi lubang hitam di celana apabila ketika memenuhi panggilan-Nya. Hal yang tidak diperhitungkan Ki Kalamwadi adalah ketika dia diajak memenuhi undangan bersantap siang di aula persinggahan punggawa Kerjaan Perta bersama Iskandar. Hampir saja Kalamwadi kabur meninggalkan ajakan itu. Raut mukanya merah jambu seperti kaos oblongnya. Malu karena pakaiannya yang seperti pengemis saltum yang hina, sedangkan para punggawa Kerajaan Perta harum mewangi memakai pakaian resmi kerajaan. Bukan hanya itu. Tongkat sapu itu pun tersimpan di tas kain kuning Kalamwadi. Santap siang membawa tongkat sapu. Haloo…

Ketika diminta memperkenalkan diri, Ki Kalamwadi menunduk malu pada tatapan para punggawa Kerajaan Perta dan berkata lirih “Nama saya Nurendra, Nur artinya Cahaya. Rendra tentu kau tahu siapa, si burung merak”. “Itupun bukan nama asli. Nama asli sahaya Narendra, artinya Raja”, katanya lagi, sambil berlalu dengan sungkan lugu menuju hidangan.

Denpasar, lupa tanggal berapa. Diedit kembali di Jogjakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun