Alkisah hiduplah tiga orang lelaki, pertama bertubuh tambun, kulit gelap, dan berambut ikal. Gagah namanya. Kedua bernama Guntur, pendek gempal dengan suara lantang, satu lagi bernama Ady, pemalu yang suka bersepeda dan membaca. Ketiganya menimba ilmu di tempat yang sama, universitas negeri terbesar di Indonesia yang terletak di Yogyakarta.
Gagah besar di Jakarta, ketika berbicara, logat Betawi begitu kental. Di antara ketiga lelaki itu, dirinya yang paling ceplas-ceplos dalam bertutur kata, periang, dan terkadang melakukan gerakan-gerakan yang tidak diduga oleh kedua rekan. Gerakan itu adalah mengarahkan jari telunjuk ke perut salah satu rekannya dengan maksud untuk menggelitik. Tentu saja orang yang digelitiki terlonjak kaget.
Gagah kini menduduki jabatan sebagai redaktur di sebuah media online besar di Indonesia. Bakat menulis yang diperoleh dari kakeknya terasah di tempat tersebut. Tempat kerja yang sejak masih kuliah sudah ditempatinya. Penempatan pertama di Jogja, lalu pindah ke Jakarta seiring dengan perkembangan karirnya. Gagah adalah orang yang setia. Sejak awal hingga kini ia masih bekerja di tempat yang sama. Tidak heran karirnya semakin menanjak, bahkan dia menemukan belahan hatinya perusahaan itu.
[caption id="attachment_330932" align="aligncenter" width="504" caption="Gagah, redaktur detik.com (diambil dari FB ybs.)"][/caption]
Lain dengan Gagah Si Redaktur Ikal yang lancar menulis setelah diterima di media massa online, Guntur melatih penanya sejak sekolah menengah tingkat atas. Di antara ratusan siswa sekolah menengah atas tempatnya menimba ilmu, Guntur adalah satu dari beberapa belas siswa-siswi yang mengambil kelas jurusan bahasa. Ketika menimba ilmu di perguruan tinggipun Guntur juga berlatih mengasah pena dengan bergabung di media kampus setempat. Menjadi jurnalis nampaknya sudah menjadi cita-cita Guntur, namun lucunya, ketika Guntur melamar kerja di media online tempat Gagah bekerja dia justru tidak diterima. Apakah lalu dia menyerah? Oh, tentu tidak.
Guntur adalah orang yang memiliki kemauan keras. Dia mendirikan media sendiri selepas lulus sarjana. Media yang didirikan berkaitan dengan sepakbola. Sepak bola adalah hasrat lain yang mendorongnya menjadi pemain profesional ketika masih studi di sekolah menengah atas. Guntur pernah menjadi pemain inti Persis Solo sebelum cedera lutut parah mengakhiri karirnya. Cedera itu pulalah yang membelokkan takdirnya menjadi pelatih sepak bola. Hingga kini.
Selain berkemauan keras, Guntur juga terkenal pemberani dan lantang berbicara. Ketika orientasi mahasiswa di perguruan tinggi dia menjadi pemimpin orasi. Sikap kepemimpinannya muncul ketika rekan-rekan yang lain ragu-ragu mengambil keputusan. Guntur, di sela-sela aktivitas sebagai redaktur media yang didirikannya juga mengambil kuliah pascasarjana, tentu saja thesis yang dibuatnya juga tentang olahraga yang begitu digemarinya, yaitu sepak bola. Hasrat terhadap sepakbola, kemampuan menulis, dan bidang studi Psikologi yang digeluti menuntunnya ke satu titik yang kelak menjadikan namanya dikenal bangsa, yaitu Psikolog Olahraga. Guntur yang memiliki nama lengkap Guntur Cahyo Utomo, kini dikenal warga negara Indonesia sebagai Pelatih Mental Timnas Sepakbola U-19 Indonesia.
[caption id="attachment_330938" align="aligncenter" width="378" caption="Guntur, pelatih Timnas U-19 Indonesia (dari WhatsApp Psi. UGM 99)"]
Gagah dan Guntur, dua sahabat yang telah menemukan dunianya masing-masing. Satu lagi yang hampir terlupa. Dia adalah Ady. Ady adalah seorang pemalu, juga pendiam. Kontras dengan Gagah yang ceria, penampilan Ady cenderung kalem, terkadang matanya menerawang jauh seperti melamun. Oleh karena itulah Ady paling sering menjadi korban keisengan tangan Gagah. Hanya Gagah yang bisa membuatnya membuka suara, meskipun itu terkadang hanya suara tertawa geli karena digelitiki Gagah.
Lain pula dengan Guntur dan Ady, hubungan Ady dengannya terkadang terasa canggung. Ady yang pendiam dan nampak letoi versus Guntur yang berani berapi-api seakan-akan tidak menemukan jalan bersama. Guntur dan Ady berada di jalan yang sama ketika mereka menjadi teman Gagah, berasal dari suku yang sama, kuliah di angkatan dan jurusan yang sama, dan bertiga ketika kuliah mengagumi gadis yang sama. Tentu saja ada satu lagi yang menyatukan langkah mereka, yaitu pena.
Ady juga pernah melamar ke perusahaan tempat Gagah bekerja, namun nasibnya bahkan lebih tragis daripada Guntur. Dia gagal total. Kemampuan menulisnya baru diakui ketika tulisan pertamanya diterbitkan di media tempat Gagah bekerja. Tulisan yang ditulisnya dengan ngawur dalam keadaan mabuk. Tulisan yang mengatakan bahwa Bung Karno dan Suharto mabuk itu berjudul berjudul Sukarno dan Suharto, Pemimpin Nan Mabuk.
Gagah dan Guntur, dua teman Ady bagaikan ikan kakap yang telah menemukan samudera. Ady masih seperti ikan teri. Tersamar di antara ikan teri lainnya. Cita-citanya hampir tidak masuk akal. Ady bermimpi menjadi ikan Paus. Ikan yang konon pernah menelan Nabi Yunus. Karena itulah hingga kini Ady masih saja melafalkan doa yang dipanjatkan Nabi tersebut ketika Beliau berada di perut ikan. Doa memohon ampun yang berbunyi:
“Tiada Tuhan melainkan Engkau (ya Allah)! Maha Suci Engkau (daripada melakukan aniaya, tolongkanlah daku)! Sesungguhnya aku adalah dari orang-orang yang menganiaya diri sendiri”
Ya... hingga kini Ady masih nestapa. Hatinya yang lembut nan polos membuatnya banyak penipu tertarik untuk mengerjainya, bahkan ketika renovasi rumah kontrakannya baru-baru ini, Ady ditipu. Hobi Ady membaca pernah membuatnya hampir gila.
Ady sekarang masih menganggur. Jalur aman yang ditempuhnya, yaitu sebagai pekerja di perusahaan sebagai praktisi SDM (baca: HRD) masih belum menuntunnya ke jalan yang terang. Jalur aman karena kedua rekan Ady sedikit menyimpang dari jalur kegemaran para lulusan Psikologi sebagai personalia. Kini, selain menyebar lamaran sebagai HRD Manager, jabatan terakhirnya, Ady akhirnya setia kepada jalan yang berkali-kali diwasiatkan almarhum Ayahnya, yaitu Jalan Pena.
Masih dengan karakter Ady yang tidak berubah sejak dulu, pemalu dan pendiam, Ady selalu bersembunyi dibalik topeng. Tak kurang dari seribu topeng yang dimilikinya. Topeng terbaik yang menjadi kesukaannya adalah topeng Malaikat Maut. Topeng itu adalah wujud kerinduannya terhadap maut. Hanya Malaikat Maut yang membuatnya tersenyum karena cita-citanya adalah menjemput maut demi membela bangsa... menemui Tuhan.
[caption id="attachment_330942" align="aligncenter" width="504" caption="Penulis Buta Bertopeng Tengkorak, Ady (berbagai sumber hasil Googling)"]
Denpasar, 9 April 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H