Mohon tunggu...
andra nuryadi
andra nuryadi Mohon Tunggu... Konsultan - bekerja 20 tahun lebih di media, memiliki laboratorium kreativitas konten

Creative Addiction; Media Practitioner; Journalist

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fenomena Ayah, Ini Arahnya ke Mana, Ya?

16 Desember 2024   16:46 Diperbarui: 16 Desember 2024   16:46 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Agar banjir air mata tentu bukan tujuan dibuatnya buku ini. Buku bersampul hitam dengan desain sederhana yang eye catchy ini sebenarnya hanya ingin mencolek kesadaran relasi manusia. Antara bapak dengan anak. Selanjutnya terserah kepada pembaca.

Keberhasilan mengemas model "pemasaran" buku Ayah, Ini Arahnya ke Mana, Ya? bisa jadi benchmark bagaimana seharusnya menerbitkan buku juga perlu strategi. Simak bagaimana Khairul bersama penerbitnya (Gradien Mediatama, Yogya) berkali-kali tak gentar menggelar ajang temu penulis.

Dari frekuensinya itu lalu seperti memahami situasi yang akan terjadi pada audiens offline-nya. Yakni, ketika beberapa sample audiens diminta membaca selembar atau lebih halaman. Hasilnya? Hampir di setiap acara review buku atau bedah buku, jatuh "korban" tangis.

Event disulap menjadi konten. Trik ini memancing munculnya konten-konten relevan lainnya. Insiatif kreator-kreator konten lain menambah panjang ekor viralnya nama Ayah, Ini Arahnya ke Mana, Ya? Bahkan dalam satu konten berupa ekspresi sedih sangat seorang perempuan pasca membaca menuai 5 juta views dan lebih dari 250 ribu likes. Menghadirkan tak kurang dari 735 komentar yang senada di Tiktok.

Ayah, Ini Arahnya ke Mana, Ya? adalah fenomena. Menyentil siapa saja pembaca tak kenal usia. Termasuk gen Z yang disebut-sebut banyak riset dianggap malas membaca.

Buktinya Khairul dan Gradien Mediatama berhasil menawarkan "teman" berbentuk buku yang dikemas berbeda terbalik dengan segala teori mutakhir penulisan. Kesederhanaan yang mudah dimengerti dan ya, narasi buku ini yang pesannya terasa "gue banget" bagi anak-anak gen Z (dan lainnya) terasa lebih mengena.

Di jagad dunia maya, menerobos aneka konten berbasis buku. Tentulah dengan segala kreativitasnya yang lebih tak terbatas lewat Tiktok dan sejenisnya. Keduanya (produk dan promosi) membuat buku tetap laku.

Dan, lagi-lagi inilah Indonesia. Setiap lahir buku best seller yang viral, di belakangnya muncul buku-buku bajakan. Ayah, Bisakah Engkau Lumpuhkan Para Pembajak Itu? (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun