Benarkah susutnya pendapatan bisnis media cetak semata akibat hadirnya sejumlah OTT seperti Google atau Facebook? Apakah platform digital ini yang telah menggantikan distribusi konten kepada audience dan berlaku serupa di berbagai belahan dunia, sehingga orang tidak lagi mau membaca koran?
Ternyata tidak sepenuhnya benar. Accenture Consulting bekerjasama dengan Google melakukan  riset dengan sample beberapa negara di Eropa. Sejumlah perusahaan media papan atas di hampir seluruh Eropa Barat dipilih dan hasilnya menunjukkan, tergerusnya pendapatan perusahaan media justru akibat faktor lain.
Seperti diketahui pendapatan media khususnya koran terdiri dari tiga pilar, antara lain sirkulasi (oplag), iklan komersial (apapun bentuknya termasuk advertorial), dan iklan baris (klasifikasi).
Sejak 2003 hingga 2019, banyak media koran di Eropa Barat mengalami penurunan pendapatan.  Laporan Accenture (2021) memperlihatkan tahun 2003 pendapatan media koran masih sebesar  42,6 miliar euro. Selang 16 tahun kemudian pada 2019, turun tinggal 26,5 miliar euro.
Lantas, bagaimana peta kontribusi penurunan dari tiga pilar pendapatan?
Iklan komersial atau display jeblok dari 13,8 miliar euro (2003) menjadi tinggal 8 miliar euro (2019). Tetapi yang memukul telak adalah pendapatan dari iklan baris. Tahun 2003 masih 9,9 miliar euro, dan mengecil pada 2019 hanya  sebesar 2,8 miliar euro.
Bagaimana dengan pendapatan dari sirkulasi?
Tampaknya pilar ini justru paling sedikit anjlok. Ini adalah pilar dengan pendapatan terbesar ketimbang dua pilar lain, yang pada 2003 memberi 18,9 miliar euro. Sedang pada 2019 tercatat masih 15,7 miliar euro.
Jika dirinci, mulai penurunan sirkulasi hanya 3,2 miliar euro. Sementara iklan display dan baris total menurun sampai 12,9 miliar euro. Dan sumbangan terparah berasal dari iklan baris, 7,1 miliar euro. Dengan kata lain, Google tidak "mengambil" banyak pembaca media tersebut.
Ke mana larinya pendapatan iklan display? Ini lah yang diambil oleh Google atau Facebook dengan iklan digitalnya. Perusahaan multinasional sampai lokal membelanjakan iklannya di digital. Ada berbagai alasan, di antaranya karena karena sifat algoritma digital yang lebih terukur, lebih gampang menjangkau target audience, hingga kemudahan dalam menghitung return of ad spend (ROAS). Pendek kata, pengiklan ingin mendapatkan sesuatu yang baru di platform lain.Â
Tetapi Google tidak "memakannya" sendirian. Lewat algoritmanya, Google juga berbagi kepada media. Namun musti "taat" SEO, optimasi mesin pecari dengan logika yang dibuatnya.