Mohon tunggu...
Andra Nuryadi
Andra Nuryadi Mohon Tunggu... -

CREATIVE ADDICTION

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Ironi Anggar Jakarta

25 Juni 2013   21:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:26 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_270445" align="aligncenter" width="400" caption="Tim Anggar DKI Jaya setelah mengundurkan diri secara resmi dan sportif. (FOTO.ANDRA)"][/caption] “Lebih baik bermandi keringat pada daripada pada waktu latihan, daripada bermandi airmata pada saat pertandingan”, begitu spanduk itu tertulis. Bak menyuntik sekitar 100 orang atlet bocah hingga senior. Lepas, kompetisi yang ketat di ajang kejuaraan daerah anggar ibukota, porsi latihan jelang kejuaraan nasional pun ditambah.

Ada nama-nama kelas internasional di situ. Indra Jaya Kusuma (Senior Epee Putra) dan Inka Mayasari(Senior Foil Putri), dua atlet yang membawa merah putih berkibar di Sea Games dua tahun silam. Juga para Junior yang beberapa di antaranya sempat mengadu pedang di ajang internasional. Anak-anak pun punya semangat tinggidi kelompok pra kadet demi menjadi penerus para founder seperti Kasimin Atmosoewirjo, Soekarno, dan Drh. Singgih di tahun 1950, yang lalu diteruskan ke om Suratmin.

Indonesia pernah berjaya di olahraga yang tak masalpenggemar ini, terutama di era 1980-an hingga 1900-an. Tentulah DKI Jaya menjadi center of point. Punya gedung pusat pelatihan sendiri membuat Jakarta jadi harapan.

Maka kita patut bangga saat seorang remaja putri lebih memilih menjadi atlet ketimbang bersolek seperti layaknya kawan-kawannya. Tekat bulat Octavira Rachma yang masih duduk di bangku SMP itu dibuktikan dengan “mandi” keringat paling tidak seminggu tiga kali berlatih. Belum bila jelang tanding, porsi pasti dua kali lipat. Hingga Ira, begitu ia disapa, masuk atlet Pratama. Sebuah proyek pemerintah untuk menjaring anak muda berbakat demi olahraga bangsa.

Namun, peluhnya seperti tiada arti. Prestasi hanya sekadar catatan, ketika hak-haknya sebagai atlet lantas dilanggar oleh oknum yang berada di tubuh pengurus Ikatan Anggar Seluruh Indonesia (IKASI) DKI Jaya. Misalnya, honor bulanan disunat. Uang sekolah dipangkas. Kabarnya, 1,5 tahun ongkos-ongkos itu lari entah ke mana. Mungkin Ira tak terlalu peduli, sebab baginya misi menjadi atlet demi nama negara jauh lebih penting ketimbang sekadar urusan uang semata.

Tapi ketika orang tua atlet tahu perkara semacam ini telah terjadi kepada putrinya, siapapun yang mengaku orang tua, berani taruhan, pasti berang. Walaupun, mungkin atlet macam Ira masih dapat uang saku dari orang tua.

Sepenelusuran penulis kepada beberapa atlet senior yang kini jadi pelatih, benar memang ada oknum yang memanfaatkan anggar sebagai sebuah mata pencaharian. Biaya saku kejuaraan luar negeri bagi atlet disunat. Mengirimkan atlet yang jelas berbau nepotisme alias kerabat sendiri tapi memanfaatkan uang negara. Memaksakan diri sebagai official coach bagi atlet luar Jakarta, sementara si atlet ini punya pelatih sendiri, tentu agar bisa ikut berangkat ke luar negeri. Banyak dan berderet lagi keluhan yang mampir ke telinga penulis.

Sampai kemudian membuat kejuaraan daerah sendiri yang tanpa restu dari pimpinan tertinggi organisasi anggar Jakarta. Padahal, dr. Harry Damay Sp.PD, selaku ketua umum sudah bilang ada kejuaraan daerah resmi, bahkan ia sendiri yang membuka dan menutup kejuaraan daerah anggar 2013 lalu. Toh, para oknum ini berjalan dengan kemauan sendiri. Bukankah ini merupakan sebuah pelanggaran atas apa yang diputuskan oleh ketua umum?

Bahkan lalu mengirimkan atlet versi sendiri tanpa (lagi-lagi) restu ketua umum. Inilah titik yang membuat TIM DKI Jaya versi resmi lalu berusaha melakukan upaya verifikasi. Malah atlet terpilih dari kejuaraan resmi pun mengusulkan untuk melakukan pertandingan dengan atlet dari versi tanpa persetujuan ketua umum itu. Dengan begitu lebih fair dan sportif tentu saja. Tentu menyelesaikan persoalan siapa atelt yang berkualitas dan punya hak membela bendera Jakarta. Ajakan ini kemudian ditampik dengan dalih tak ada waktu.

Bagaimana mungkin ada dua tim di kejuaraan nasional dari ibukota?

Maka keputusan mengundurkan diri secara elegan, sportif, pun formal dilayangkan dr. Harry Damay Sp.PD yang masih menjabat sebagai ketua umum. Ia bertanggung terhadap kebijaksanaannya yang tegas tanpa pandang bulu semata demi menegakkan kebenaran dan kejujuran.

Betul, banyak yang perlu dikoreksi di tubuh organisasi penaung olahraga anggar di kawasan ibukota ini. Jangan lupa Jakarta masih merupakan cerminan dari daerah lain. Apa kata daerah bila cerminnya buruk?

Sekali lagi, kita tak ingin punya potret muram pada dunia keolahragaan Tanah Air yang kerap berujung pada nasib atlet, akibat ulang orang-perorang dalam satu kelompok yang punya kepentingan minoritas.

Pak Roy Suryo, tak hanya pelaku olahraga bersandar, tapi kami yang awam ini pula berharap besar kepada Anda. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun