Mari lebih masuk ke dalam. Jangan kaget jika bersua penjual kaki lima. Ekonomi kerakyatan memang tumbuh di sana. Tetapi saat tak ada tempat penampung para pedagang ini, maka setiap orang bisa berjualan di sembarang tempat. Laiknya budaya kaki lima, biasanya ada "kepala" di situ. Tugasnya minta persenan kepada penjual-penjual itu.
Pada stadion berkapasitas 120 ribu lebih manusia itu seperti kurang terawat. Tangga masuk dari saban pintu masuk yang berjumlah 12 buah kusam sekali. Mungkin sejak terbangun 52 tahun silam tak pernah ganti lantai. Kecuali pagar-pagar dan pintu yang kelihatan baru dicat.
Namun jika Anda sempat masuk ke lorong-lorong di bawah tribun, niscaya seperti berada di dalam gudang yang tak terurus. Gelap, cat tembok terkelupas, pengap.
Sebagai bangunan tua, GBK dilengkapi dengan sarana mencukupi. Salah satunya hidran yang merupakan bagian penting dari infrastruktur bangunan. Meski tampak sedikit terkelupas catnya, semoga masih bisa berfungsi apik.
GBK rasanya masih memberikan ruang hijau yang amat cukup. Kendatiupun jarang terurus. Tetapi hutan-hutan kecil itu cukup mengembuskan udara segar. Terutama di saat terik seperti sekarang ini. Ya, masih ada paru-paru tersisa di medan berolah tubuh bagi kebanyakan warga Jakarta ini.
GBK, pada usianya ke 56 tahun nanti di 2018 akan kembali jadi saksi. Untuk kedua kalinya. Beruntung Vietnam angkat tangan, dan Indonesia ambil alih. Sementara kita tidak punya sebuah kompleks olahraga yang seluas dan semegah GBK yang berada di tengah kota. Sudah dipastikan pula GBK yang sudah tua akan jadi pusat kegiatan gelaran sport paling besar se benua Asia, Asian Games.