Prestasi Indonesia terbaik sepanjang Asian Games digelar adalah saat berlangsung di Jakarta. Tepatnya pada saat Indonesia menjadi tuan rumah, tahun 1962. Berada di posisi dua yang sangat terhormat. Setelah itu, Indonesia tak pernah lagi jadi tuan rumah dan prestasi kian berat.
Gelora Bung Karno yang masih baru. Dibangun tahun 1960 dan kelar dua tahun berikutnya adalah saksinya. Megah tiada tara. Bangunan itu masih terasa auranya. Selanjutnya GBK kian jarang mementaskan prestasi atlet Indonesia. Kecuali Sea Games yang empat kali digelar pada 1979, 1987, 1997 dan 2011. Pertandingan sepakbola pun sekali-dua kali menggemuruhkan Garuda di Dadaku, tetapi kemudian timnas keok di kandang lawan.
GBK sesungguhnya tak pernah sepi. Ramai saat Jumat malam atau Minggu pagi. Tetapi ceritanya lebih kerap dipakai sebagai arena rekreasi dan olahraga bagi awam yang mencari tempat lapang. Selebihnya, ia nyaris tak terurus, miskin lahirkan prestasi, dan lebih kerap dijadikan tempat kegiatan berbau bisnis.
GBK yang menyatu dengan ruang-ruang induk cabang olahraga seperti Pertina, Ikasi, tempat senam lalu berkesan kelam dan suram.
Dari pintu masuk, melihat loket-loket yang berantakan. Banyak coretan. Besi-besi pengatur lajur keropos. Cat-cat yang mengelupas. Tembok yang kotor oleh tanah yang menempel. Sungguh sebuah pemandangan tak sedap dilihat.
Sesungguhnya sejumlah fasilitas seperti tempat sampah telah tersedia di sepanjang pedistrian menjalang pintu gerbang. Namun, satu-dua rusak, terlepas dari kaki-kakinya. Dan, beberapa titik jadi sasaran empuk kaum vandalis untuk beraksi corat-coret. Pintu gerbang pun jadi media gambar yang sungguh sama sekali tak mengindahkan seni dan estetikanya, kecuali tulisan asal belaka.Sampah juga berserakan di sana. Juga keramik-keramik yang sudah dimakan lumut.