Mohon tunggu...
Ando Ajo
Ando Ajo Mohon Tunggu... Administrasi - Freelance Writer

Asli berdarah Minang kelahiran Melayu Riau. Penulis Novel Fantasytopia (2014) dan, Fantasytopia: Pulau Larangan dan Si Iblis Putih (2016). Find me at: andoajo.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

XYZ - Trapped

15 Mei 2016   12:13 Diperbarui: 15 Mei 2016   12:27 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Terperangkap Pikiran Sendiri.

“Menarik,” Durna menjeplok begitu saja di lantai. Bersila. Menyimpan stetoskop ke balik setelan putihnya. Bertopang dagu, dan memasang wajah bersahabat demi menarik keluar apa yang ada di dalam benak pria di hadapannya.

Jeda dua kali tarikan napas, dinding-dinding putih yang mendominasi ruangan selayaknya genangan minyak di atas air. Menghipnotis ketenangan pria dalam balutan baju terusan hijau.

Malam, menyisakan sepertiga waktunya sebelum pergantian hari, Durna masih tenggelam pada catatan di tangan. Kata-kata random yang ia “kumpulkan” dalam sepekan ini—semenjak ia harus menangani pasien di kamar 174.

Helaan napas begitu dalam, dan terhempas kencang, menggoyang lembaran foliodi atas meja. Aroma white coffee di dalam gelas cukup menggoda liur, hanya tersisa setengahnya saja dan nyaris kehilangan kehangatannya. Durna menyesap tandas cairan itu sebelum kembali tenggelam pada setiap rangkaian kata dan simbol pada lembaran-lembaran di tangannya.

Belasan nama—sebelas di antaranya dalam lingkaran-lingkaran tersendiri, terhubung ke berbagai kolom: pekerjaan, kemampuan, peritiwa yang bahkan lengkap dengan tanggalnya. Skema yang “sama mengerikannya” dengan benang kusut.

“Bay—“ Durna membetulkan posisi kacamatanya. “Hutan, Tikus-tikus Berdasi… juga, Pemimpin Bayangan, kanuragan. Kesaktian, sedikit persamaan dengan karakter Shinta. Kecewa, amarah—yaa, kurasa ini berkaitan,” gumam Durna sembari membuat garis dengan tinta merah, menghubungkan dua nama dengan sejumlah kata. “Lalu… we had—Ayin, Vera with code-name; 31.Seterusnya… Chairunisa—asmara. Terkekang? Kemungkinannya… delapan puluh lima persen.” Durna sedikit mengumpat kala tangan yang terjulur meraih gelas, dan ia lupa jika isi gelas telah habis.

Secercah harapan untuk menautkan benang merah, memancing gairah sang dokter. Ia tinggalkan lembaran-lembaran folio di atas meja, setengah berlari menuju dapur—menambah cadangan kafein—demi menstimulasi mata dan tubuhnya.

“Let see—“ nyaris saja gelas yang baru diisi jatuh sebab perhatian Durna tak teralihkan dari lembaran di tangan. Kembali ia menelaah, setelah memastikan gelas di posisi yang aman, tentunya, seteguk kehangatan lagi. “Ade, Bagus code-name; 063—galau, jiwa muda. Tidak-tidak-tidak… kupikir, keresahan lebih tepat. Ya, ya, untuk sebuah pengakuan.” Durna kembali menghubungkan nama-nama dalam lingkaran ke sejumlah kata acak lainnya. “Anis, Dinan—labil. Penguatan karakter pada tujuan semula,” Durna menaruh folio bersisian dengan folio pertama, lantas menggunakan stabilooranye menghubungkan ke karakter: Bay. “Hmm,” gumamnya lagi. “Ketidakpuasan akan kepemimpinan.”

Lagi, semangat yang terpacu memaksa membasahi tenggorokan dengan cairan kopi, hingga kopi berkurang setengah dari ketinggian gelas.

“Ade…” Durna buru-buru meletakkan gelas, meraih stabilo hijau, menarik folio kedua berdempetan, dan membuat garis penghubung. “Asmara. Kekosongan, terasing; tanpa teman. Lalu—“ ia meraih lembaran terakhir. “Risma dan munculnya karakter Great Learner. Labirin raksasa dengan seribu pintu. Dan ini…” Durna kembali menghubungkan karakter tersebut—kali ini dengan stabilomerah.

Satu senyum menyeruak di sudut bibir. Durna menenggak sisa kopi di dalam gelas, meski masih mengepulkan aromanya lewat asap tipis, namun di mulut Durna itu tak ubahnya seperti ice-coffee.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun