[caption caption="ilustrasi: Kesedihan ibu dan ayah saat bayinya sakit (36.media.tumblr.com/)"][/caption]“Dek, keknya badan anak panas, nih,” pria 30 tahun mengusap leher dan kepala bayi enam bulan dalam pangkuannya.
“Haa…?” sang istri sedikit tercengang, sepanjang pengawasannya dari pagi hingga petang, si kecil tak menunjukkan gejala apa-apa. “Itu, mungkin karena Abang baru habis mandi, makanya ngerasain badan anak jadi panas.”
“Bukan,” sanggah sang suami. “Ini panas beneran lhoo. Coba deh, dipegang.”
Benar, ternyata tubuh kecil itu panas, hingga bibir mungilnya terlihat memerah.
“Bawa ke klinik ya, Dek,” ujar sang suami.
“Kalau ke klinik, mahal Bang,” keluh sang istri. “Besok aja, ya, Adek bawa ke Puskesmas. Malam ini, biar dikompres aja.”
Sang suami hanya bisa menatap nanar wajah bayi yang tidur dalam gendongannya. Mendesah panjang.
Maafin Bapak ya, Nak… Bapak orang tua terburuk yang tak bisa menghasilkan uang banyak. Bahkan untuk membawamu ke klinik saja—Bapak gak punya, Nak.
Malam itu, suami-istri tersebut sama sekali tak bisa tidur, dan tak hendak memejamkan mata. Takut, kalau-kalau sang buah hati mengalami hal yang lebih mereka takutkan lagi. Bergantian, keduanya mengompres kepala dan leher serta ketiak sang bayi. Dan kamar dua kali dua meter berdinding tripleks itu, seakan tiada belas kasih, memanggang ruang sempit menjadi pengap dan pengap.