[caption caption="Laki-laki, Hujan, dan Kebebasan."][/caption]
Â
Kuucapkan satu rangkaian kata, dengan nyanyian alam buana. Pada elok mata dunia, pada lekuk tubuh sempurna, atau hamparan surga di kaki dasar samudera. Kutuliskan kurangkaikan pada pesona… sebab aku kagum pada apa yang ada.
Lantas…
Entah iblis mana yang menjelma… malaikat mana yang membisik dusta, hingga engkau berkata aku pemuja? Pada elokmu, pada senyummu, pada…
Dan kau menyimpulkan…
:aku pengagum dirimu.
Lantas dengan mudahnya kau ucap sayang juga rindu. Begitu menggebu-gebu. Terpesona kalimat sakti menderu. Tanpa memikirkan benarkah semua itu… Kau putar kata seolah semua salahku, memancingmu… hingga mereka berkata: aku iblis yang tak lagi saru.
Tidakkah kau tahu… mungkin akal dan pikirmu sendiri telah menipu?
Aku menulis pada apa yang kurasa liris
Aku bersenandung setiap kali cakrawala menggantung mendung
Aku bernyanyi di kala malam hening sunyi
Aku berteriak setiap menyaksikan langkah-langkah berserak
Kau tahu itu…? Kurasa tidak!
Aku… bukan penyair yang memanfatkan kata demi kata cinta
Aku… bukan penyair yang memasung tinta dalam ramu bujuk asmara
Asal kau tahu… Aku bukan penyair. Dan aku, tetap menulis pada lembar-lembar angin yang berhembus semilir. Aku insan yang penuh khayalan, imajinasi liar yang harus kutuangkan, dalam bentuk kata berangkaian.
Dan tolong… jangan salah paham, sebab aku… hanya awam.
Â
---o0o---
Â
TULISAN INI PERTAMA KALI DIPUBLIKASIKAN DI WWW.KOMPASIANA.COM COPASING DIIZINKAN DENGAN MENYERTAKAN URL LENGKAP POSINGAN DI ATAS, ATAU DENGAN TIDAK MENGUBAH/MENGEDIT MARAN INI.
Ando Ajo, Jakarta 6 Maret 2016.
Â
Terima Kasih Admin Kompasiana^^
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI