Kukuatkan tekad di hati, mendekati penyiksa biadab bertopeng itu. Entah hanya firasatku saja, tapi aku yakin bajingan itu menoleh kepadaku. Langkahku sempat terhenti, sebab yang aku lihat dia juga berdiri dan melangkah mendekatiku.
Aku tertegun, tak mampu bersuara. Lagi-lagi tawa menjijikkan itu, tanpa kuduga bajingan yang telah menyiksa saudara perempuanku itu, membuka topengnya. Jaraknya teramat dekat. Bahkan, wajah iblis-nya itu terpaut hanya sejengkal dari wajahku.
Wajah itu… sangat familiar.
Aku menatap heran ke dalam wajahnya. Kuberanikan diri menggapai wajah menjijikkan itu. Kembali gerakanku terhenti, saat dia melakukan gerakan yang sama persis denganku. Hingga, tangan kami bersentuhan.
Ah tidak-tidak-tidak. Lebih tepatnya, tanganku menyentuh cermin besar, dan penuh debu, peninggalan ibu kami yang selalu membela saudara perempuanku itu.
I—ni… wajahku. Diriku!
Kejutan… aku seakan mendengar jelas ratap mengiba saudara perempuanku itu. Derai tangis dengan mata bengkak memerah bisa kulihat jelas di dalam cermin tua di hadapanku. Dan aku… menyadari, bayanganku di cermin, menyeringai.
“Sekarang tidak akan ada yang membelamu…”
---o0o---
A Cerpen by Fatihnokturnal & Ando Ajo.