Dengan mulut yang tertutup dan luka di sekujur tubuh, aku dengan jelas melihat begitu ketakutannya saudara perempuanku, dan penyiksa berengsek itu datang lagi dengan pisau yang bersih berkilat.
Crass…
Darah berceceran lagi, kali ini dari paha kanan. Penyiksa sialan itu tertawa dari balik topeng.
Ya, topeng para Hacker Anonymous, topeng yang sama yang digunakan V dalam film V For Vendetta, yang diilhami wajah Guy Fawkes pemberontak kerajaan Inggris yang dipenggal di Abad Pertengahan.
Cleept…
Pisau di tangan pria jahanam terbenam ke dalam perut saudara perempuanku. Sengaja, dia sengaja tidak menusuk titik vital.
Aku bersumpah mendengar dia terkekeh.
Andai saja kain kumuh itu tidak menghalangi rongga mulutnya, jeritan saudara perempuanku mungkin akan terdengar oleh seseorang di luar sana. Semakin tersiksa, itu yang tergambar di wajah dan tubuh saudara perempuanku. Bahkan mungkin—tidak tidak tidak, kurasa pasti—saudara perempuanku, pasti lebih memilih mati di saat itu juga seperti anggota PKI yang disiksa pada zaman Orde Baru.
Â
Tidak! Aku tidak tahan lagi. Akan aku hentikan bajingan itu!
Aku tidak tahu apa yang menahanku sedari tadi, bajingan itu tidak mengikatku, tidak pula menyekapku. Entah kenapa kaki dan tangan ini sulit untuk kugerakkan. Tidak pula mulut ini, tak sanggup sekadar berteriak meminta pertolongan—entah pada siapa pun. Aku… hanya terpaku pada situasi ini, terkungkung pada ruang tak kasatmata.