Mohon tunggu...
Ando Ajo
Ando Ajo Mohon Tunggu... Administrasi - Freelance Writer

Asli berdarah Minang kelahiran Melayu Riau. Penulis Novel Fantasytopia (2014) dan, Fantasytopia: Pulau Larangan dan Si Iblis Putih (2016). Find me at: andoajo.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] Kenapa Membisu?

2 Oktober 2015   13:24 Diperbarui: 2 Oktober 2015   14:43 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ando Ajo, no urut: 91

“Kenapa membisu? Apa kau itu patung?”

Tanyamu kala itu menanggapi keheninganku. Padahal kau tahu pasti, tanpa kuucapkan sepatah kata pun, kau tahu jika aku benar-benar mencintaimu lebih dari pria mana pun di muka bumi ini. Yaa, setidaknya setingkat lebih rendah dari cinta kasih ayahmu, aku tidak berani membandingkan itu.

Ahh iya, kembali lagi soal keheningan-ku. Arrg… bingung, sungguh aku bingung setiap kali kau melontarkan pertanyaan serupa. Tidakkah kau bisa melihat dari semua tingkah laku, semua perbuatanku, perhatianku? Atau menurutmu, itu semua bukan bentuk kasih sayang? Dari mana kau tahu? Kau jelas seorang wanita, tidak akan mungkin rasanya bisa mengerti apa yang aku rasa, apa yang kupikirkan.

Kau memintaku memanggilmu dengan kata mesra; Ayang. Tetap saja kulakukan itu, meski perutku begitu mual setiap kali kata lebay itu meluncur dari mulutku, atau juga dari mulutmu. Kau tahu pasti, aku bukan pria yang sok keren dengan mengumbar kemesraan di muka umum seperti banyak pria lain pada pasangannya. Apa kau tidak melihat? Itu hanya gencatan senjata, setelah itu, sumpah serapah mewarnai hidup mereka tanpa “umum” yang akan menyaksikan mereka. Yaa, paling bagus, orang tua mereka, atau teman indekos kamar sebelah, yaa paling tidak, para asisten rumah tangga mereka. Citra diri, kau tahu itu?

Kau minta ini, selalu kuikuti. Kau mau itu, tetap kupenuhi. Tapi, tetap saja kau menuntutku untuk mengucapkan; aku mencintaimu, aku mencintaimu, aku mencintaimu. Arrg… otakku mulai kusut. Tidak-tidak-tidak, korsleting, kurasa itu lebih tepat. Dan aku tidak tahu sejak kapan itu terjadi. Kurasa, semenjak kau mulai histeris dengan paksaanmu padaku soal; katakan cinta! Katakan kau mencintaiku! Arrg… itu seperti membunuhku.

Aku heran. Siapa sih temanmu itu yang meracuni pikiranmu dengan doktrin-doktrin alay itu? Ahh… sepertinya kau tidak akan mau menjawab itu. Iyakan, Ayang? Haha, hebat! Kenapa sekarang aku tidak mual, ya? Haa, atau kau tidak bisa menjawab?

Baiklah, aku serius. Sungguh. Aku benar-benar heran, bingung, apa lagi kata yang cocok untuk kugunakan? Apakah sebegitu pentingnya untukmu mendengarkanku mengucapkan; Aku mencintaimu, Ayang. Sangat-sangat mencintaimu? Kupikir, itu konyol sekali. Masak lebih tinggi nilainya, lebih penting dari segala yang penting, hal konyol tersebut dari perbuatan dan perhatianku yang nyata?

Sepenting itukah?

Baiklah, akan aku ucapkan itu berulang-ulang agar kau senang—meskipun aku tahu pasti kau tidak akan senang. Ooh iya, seingatku, kau juga tidak pernah mengatakan apa yang kaupintakan padaku itu. Tidak sekalipun. Meski otakku sudah mengalami korsleting, aku masih bisa mengingat jelas.

Kau harus janji, jika aku mengatakannya, kau juga harus berbuat yang sama. Setuju? Baiklah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun