Mohon tunggu...
Ando Ajo
Ando Ajo Mohon Tunggu... Administrasi - Freelance Writer

Asli berdarah Minang kelahiran Melayu Riau. Penulis Novel Fantasytopia (2014) dan, Fantasytopia: Pulau Larangan dan Si Iblis Putih (2016). Find me at: andoajo.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Doa dalam Tulisan

31 Juli 2015   18:15 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:21 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[Renungan Jumat]

Salam bahagia teruntuk semua sahabat Kompasiana.

Sahabat, penulis teringat satu pepatah tua, yang kurang-lebih berbunyi; “Jangan menyepelekan hal-hal kecil, sebab hal-hal besar banyak terjadi karena hal kecil.”

Dan nyatanya, cukup banyak hal-hal sepele yang benar-benar kita sepelekan, bahkan lebih banyak lagi hal demikian terpampang di media sosial.

Contoh sederhananya; dalam menuliskan/mencantumkan/mengetikkan kalimat-kalimat yang sebenarnya adalah sebuah doa.

Semisalnya, begini; “ya robb smoga ibunda hmba cpt smbuh amin”

Atau; “ohh tuhan mksh dah jwb doa q”

Lainnya; “yaa allah lncrkan prjlnan hmba ni amin”

Sahabat Kompasiana, sejatinya; Robb, Tuhan, Allah itu sesuatu yang Maha dan kita semua menyadari itu, lantas mengapa menuliskan (memanjatkan) doa seolah-olah Zat Yang Mahasempurna tersebut adalah sesuatu yang kecil? Sepele?

Penulis yakin, sahabat dan kita semua tentulah tidak berpikiran demikian. Namun, dari kebiasaan kita yang menuliskan/mengetikkan sebaris doa dalam banyak sosial media dengan seperti itu (tidak mengindahkan aturan dan kaidah dalam menulis) tidak tertutup kemungkinan; bahwa kita telah menyepelekan Sang Khaliq.

Mungkin, menuliskan nama seseorang dalam huruf kecil semua masih dimaklumi (meskipun aturannya; harus diawali huruf besar) namun, apa tidak menyalahi etika ketika kita menuliskan/mengetikkan/mencantumkan nama Tuhan dengan awalan huruf kecil? Bukankah itu sama saja dengan kita menyepelekan Tuhan/Robb/Allah itu sendiri? Menyamaratakan Dia dengan makhluknya, meski kita tidak bermaksud begitu?

Lebih miris lagi, bahkan ada yang menyingkat/meringkas nama Tuhan. Semisal; Tuhan = thn. Atau; Allah = allh. Juga; Rabb/Robb = rob (dalam kamus KBBI, rob berarti; banjir dari pasang air laut, bukan sebutan untuk Tuhan).

 

Analogi;

Sahabat, kita tentulah sama menyadari; jika doa adalah keinginan/hasrat/permintaan yang kita tujukan pada Tuhan, dan (sangat) berharap dikabulkan oleh Tuhan itu sendiri.

Bagaimana bila seseorang mengajukan permintaan pada orang lain dengan cara serupa di atas? Mungkin, karyawan pada atasannya. Anak pada orang tuanya, dsb.

Contoh; “bospnjmduitdonglgbunehblehyawatskulanksynebosblehya”

Mungkin, bila tulisan ringkas seperti di atas bila diaplikasikan kedalam ucapan/lisan; adalah ucapan yang terlalu cepat, hingga orang yang kita tuju tidak mendengar dengan jelas. Sebab tidak ada titik-koma alias jeda dalam ucapan setiap katanya.

Jika sudah begitu, masihkah kita berpikir permintaan/keinginan yang sangat kita harap-harapkan akan dikabulkan seseorang tersebut? Apatah lagi permintaan – doa – kita kepada Tuhan.

Memang, Tuhan Zat Yang Mahapenyayang dan Mahamengetahui (secara tidak sadar, saat kita menuliskan doa dengan serbaringkas, pikiran kita akan menyeru seperti itu; Tuhan kan Mahamengetahui, pasti ngerti, jadi cuek ajalah…) namun, janganlah melupakan etika dan kodrat kita sebagai makhluk ciptaanNya.

Memohon pinjaman pada atasan/bos tentulah kita akan menundukkan diri, bahkan pada teman sekalipun. Dengan kata lain; bermanis mulut. Kapan perlu; mengiba-iba. Apalagi permohonan pada Sang Pencipta. Gak mungkin toh, Tuhan kalah Agung dari atasan?

Sahabat, boleh jadi karena ke-cuek-an kita pada hal sepele seperti tersebut di atas lah, yang menjadikan doa-doa yang kita tuliskan di sosial media (selama ini) memacetkan ijabah/pengabulan dari Tuhan itu sendiri. Mungkin juga doa-doa yang kita panjatkan dalam kesendirian kita (dalam ibadah) yang mestinya dengan khusyuk, malah menjadi ekspres alias begitu cepat/laju/kencang diucapkan.

Dalam doa kita begitu berharap, lantas mengapa begitu tidak peduli pada apa yang kita panjatkan – tuliskan?

 

Doa;

“Yaa Robb, yaa Allah, yaa Tuhan Yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang, jadikanlah amal kebaikan kami, sekecil apa pun itu, sebagai pembasuh dosa-dosa kami. Menjadi pengikis kesalahan kami. Menjadi pelebur dosa-dosa keluarga kami, orang tua kami, sahabat-sahabat kami, yaa Robb. Hingga, kami terlahir kembali menjadi insan yang lebih peduli. Insan yang tidak memandang rendah, menyepelekan sesuatu hal yaa Robb, sekecil apa pun itu. Aamiin.”

 

 

Wallahu a’lam

Salam Santun

 

TULISAN INI PERTAMA KALI DIPUBLIKASIKAN DI WWW.KOMPASIANA.COM, COPASING DIIZINKAN DENGAN MENYERTAKAN URL LENGKAP POSTINGAN DI ATAS, ATAU DENGAN TIDAK MENGUBAH/MENGEDIT AMARAN INI.

Ando Ajo, Jakarta 31 Juli 2015.

Sumber ilustrasi.

Terima Kasih Admin Kompasiana^^

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun