Lebih miris lagi, bahkan ada yang menyingkat/meringkas nama Tuhan. Semisal; Tuhan = thn. Atau; Allah = allh. Juga; Rabb/Robb = rob (dalam kamus KBBI, rob berarti; banjir dari pasang air laut, bukan sebutan untuk Tuhan).
Analogi;
Sahabat, kita tentulah sama menyadari; jika doa adalah keinginan/hasrat/permintaan yang kita tujukan pada Tuhan, dan (sangat) berharap dikabulkan oleh Tuhan itu sendiri.
Bagaimana bila seseorang mengajukan permintaan pada orang lain dengan cara serupa di atas? Mungkin, karyawan pada atasannya. Anak pada orang tuanya, dsb.
Contoh; “bospnjmduitdonglgbunehblehyawatskulanksynebosblehya”
Mungkin, bila tulisan ringkas seperti di atas bila diaplikasikan kedalam ucapan/lisan; adalah ucapan yang terlalu cepat, hingga orang yang kita tuju tidak mendengar dengan jelas. Sebab tidak ada titik-koma alias jeda dalam ucapan setiap katanya.
Jika sudah begitu, masihkah kita berpikir permintaan/keinginan yang sangat kita harap-harapkan akan dikabulkan seseorang tersebut? Apatah lagi permintaan – doa – kita kepada Tuhan.
Memang, Tuhan Zat Yang Mahapenyayang dan Mahamengetahui (secara tidak sadar, saat kita menuliskan doa dengan serbaringkas, pikiran kita akan menyeru seperti itu; Tuhan kan Mahamengetahui, pasti ngerti, jadi cuek ajalah…) namun, janganlah melupakan etika dan kodrat kita sebagai makhluk ciptaanNya.
Memohon pinjaman pada atasan/bos tentulah kita akan menundukkan diri, bahkan pada teman sekalipun. Dengan kata lain; bermanis mulut. Kapan perlu; mengiba-iba. Apalagi permohonan pada Sang Pencipta. Gak mungkin toh, Tuhan kalah Agung dari atasan?
Sahabat, boleh jadi karena ke-cuek-an kita pada hal sepele seperti tersebut di atas lah, yang menjadikan doa-doa yang kita tuliskan di sosial media (selama ini) memacetkan ijabah/pengabulan dari Tuhan itu sendiri. Mungkin juga doa-doa yang kita panjatkan dalam kesendirian kita (dalam ibadah) yang mestinya dengan khusyuk, malah menjadi ekspres alias begitu cepat/laju/kencang diucapkan.