Bila Ia Hilang
Yang tersisa hanyalah kebencian. Menumpuk dan menggunung, menyesakkan dada. Tak pernah lagi ambil peduli. Persetan! Semua yang dilakukan, semua gerak tubuh, di mata selalu salah. Tak berarti. Sampah!
Ada secuil asa, namun hati besar memaksa, pongah. Menekan sebersit kebaikan. Terpuruk dalam kegelapan hati. berkubang, lengket. Tiada bisa membebaskan diri.
Bertopeng senyum sepanjang hari, setiap waktu. Di dalam dunia yang semu. Tak sadar diri bila dunia hanya sementara, persinggahan sang khalifah buana. Lalu terhempas ke lubang gelap. Sendiri, terisak, tersiksa.
Yang tersisa hanyalah ganjalan. Tiada laku bagus perbuatan. Sinis pandangan. carut-marut umpatan. Seperti penyihir mengumbar kutukan. Seperti pengagum jampi-jampi setan. Berharap pada yang salah seperti penggemar pesugihan.
Tebarkan aura jebakan, tarik hela setiap pikiran, insan, jadi buruk pertemanan. Rela berputih mata seolah diri hanya seorang saja.
Ya… bila rasa itu hilang, yang tersisa selalu keburukan. Ia kasih. Ia sayang. Ia… cinta. Pada diri, pada lain insan, pada kehidupan.
Kodrat manusia? Aku rasa bukan! Itu, hanya picik pikiran, yang menutupi bias hati.
Ya… bila ia hilang, kau akan tersudut dalam dimensi tak berwaktu tiada ruang.
TULISAN INI PERTAMA KALI DIPUBLIKASIKAN DI WWW.KOMPASIANA.COM, COPASING DIIZINKAN DENGAN MENYERTAKAN URL LENGKAP POSTINGAN DI ATAS, ATAU DENGAN TIDAK MENGUBAH/MENGEDIT AMARAN INI.
Ando Ajo, Jakarta 16 Mei 2015.
Terima Kasih Admin Kompasiana^^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H