Mohon tunggu...
Ando Ajo
Ando Ajo Mohon Tunggu... Administrasi - Freelance Writer

Asli berdarah Minang kelahiran Melayu Riau. Penulis Novel Fantasytopia (2014) dan, Fantasytopia: Pulau Larangan dan Si Iblis Putih (2016). Find me at: andoajo.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Masih Ya, Memburukkan Agama?

19 Desember 2014   21:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:56 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_384059" align="aligncenter" width="599" caption="Angkuh memandang diri lebih, sering menjadi petaka, tidak saja pada diri sendiri tapi juga orang lain, suku, adat, ras, dan agama."][/caption]

Masih Ya Memburukkan Agama?

[Renungan Jumat]

Katakan pada mereka;

Agama itu sifatnya sangat pribadi (hubungan antara Tuhan dan Makhluknya) tidak bisa dicampuri oleh lain orang/makhluk, tidak pula orangtua kandung.

Agama itu hubungan sangat mendalam manusia pada Penciptanya, bukan untuk dinistakan, konon pula diperdebatkan.

Agama itu "makhluk" yang bersemayam di diri guna membendung sifat "binatang" di dalam diri manusia.

Agama itu panutan akan hidup yang lebih baik berdampingan (sebab manusia makhluk sosial), bukan hasut menghasut, adu domba, dan caci-maki, apalagi sampai membunuh.

Agama itu bukan “barang” ataupun sarana untuk memperkaya harta diri, ianya jalan untuk memperkaya amal baik perbuatan, kehormatan, dan marwah diri.

Agama itu bukan “makhluk” yang selalu dijadikan kambing hitam perbuatan, penghalal semua tingkah laku, ambisi, dan keegoisan. Ianya ada untuk melunakkan kekerasan hati, kebekuan hubungan, jalinan tali merah sebagai sesama makhluk Tuhan meski berbeda warna, bahasa, dan tubuh.

Dan bila Agama tidak mampu merubah sifat/kelakuan/keperibadian seseorang, itu bukanlah soal Agama tersebut yang buruk, tapi... seseorang yang menerima Agama tersebutlah yang berhitam kalbu dan berpicik pikiran.

Katakan pada meraka;

Bukankah kita berpijak di bumi yang sama?

Tidakkah kita berpikir, kita sama menghirup udara kehidupan yang sama?

Maukah berpikir bila kita meminum air yang sama?

Lihatlah, bahwa kita berbagi cahaya mentari yang sama!

Menikmati rona bulan yang sama!

Memandang langit yang sama!

Lantas kenapa kita tidak bisa berbagi kehidupan yang sama?

Kebahagiaan yang sama?

Bila keangkuhan, egois, dan fanatisme masih meraja dalam diri, lantas apa gunanya kita menyunjung agama? Tidakkah kita sama saja dengan binatang? Atau bahkan lebih buruk dari pada itu?

Ando Ajo, Jakarta 19 Desember 2014.

Sumber ilustrasi.

Terima Kasih Admin Kompasiana^^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun