Tak ada yang tidak merindukan kehidupan di dunia. Setiap orang ingin hidup di dunia secara abadi. Namun yang menjadi musuh abadi dari mimpi ini adalah keterbatasan tubuh sendiri. Tubuh tidak sanggup untuk menjadi abadi. Â Organ-organ tubuh terlalu rapuh untuk menjadi abadi. Sehebat apapun kesadaran manusia, jiwa tak pernah bisa berdamai selamanya untuk tetap menyatu dengan tubuh, tubuh tidak sanggup menyesuaikan diri dengan Roh yang abadi.
Di tempat baru, saya memberi perhatian kepada mereka yang mengalami luka karena kematian dari anggota keluarga dekat. Raungan adalah peristiwa yang selalu kudengar. Terkadang saya juga ikut larut dalam duka ini. Bila sudah sadar, saya coba menetralisir kesedihan dalam diri. Berkali-kali saya mendengar dari para penghibur bahwa kematian seolah-olah kehendak Tuhan. Bahkan para penghibur sering mengutip ayat-ayat suci. Saya juga sering menolak kutipan ayat-ayat itu. Bila mengatakan bahwa kematian adalah kehendak Tuhan, begitu kejamkah Tuhan menghendaki kematian kekasih-Nya? Saya sangka tidak.Â
Saya lebih mengatakan bahwa tubuh-materi memang tidak terlalu baik untuk menjadi abadi di dunia. Tubuh itu bagian yang tak terpisahkan dari kefanaan.Â
Di dalamnya terdapat kecenderungan untuk menjadi busuk, lapuk dan bergabung kembali dengan tanah.  Apalagi bila organ-organ tubuh dari yang kecil sampai yang paling menentukan tidak lagi sanggup seirama, maka akan terjadi tarik-menarik antara yang satu dengan yang lain. Ibarat  anggur yang baru harus diisi dengan kantong yang baru. Bila organ tubuh diganti dengan yang baru (transplantasi jantung babi ke manusia), maka organ-organ yang lain akan coba menyesuaikan diri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI