Boa artinya kubur, kuburan, makam. Boa ialah tempat pemakaman leluhur, keluarga, sanak saudara yang telah meninggal dunia. Apabila dari salah seorang anggota keluarga, maka dimakamkan dekat kuburan anak saudara atau leluhur sesuai garis keturunan terdekat. Pada bagian kepala atau kaki kubur ditanami batu besar, panjang, dan ceper (watu mese, lewe, langkas agu lempe). Cuma ukuran batu pada bagian kaki kubur agak kecil daripada dibagian kepala kubur.Â
Kebiasaan ini dilakukan moyang Manggarai dan tetap diwariskan sekarang ini, meskipun tidak seratus persen diterapkan sekarang ini karena pengaruh modernisasi dan tehknologi. Akhir-akhir ini kebanyakan kuburan dibuat semen, sehingga batu-batu besar tersebut kemungkinan tidak ada/kurang digunakan.Â
Cuma motifnya masih tampak, dilihat dari bentuk kubur yang ada, bahwa bagian kepala kubur lebih tinggi susunan batu batanya atau temboknya daripada di bagian kaki kubur. Â Adapun dasar pertimbangan mengapa ditanami batu besar di bagian kepala dan kaki kubur, atau posisi kubur bagian kepala lebih tinggi daripada di bagian kaki, supaya tidak terlupakan oleh generasi, cucu, cece, berikutnya.
Golo Lonto (Kampung Halaman)
Golo Lonto terdiri dari dua suku kata yaitu golo dan lonto. Golo artinta Gunung, bukit, keris, sedangkan lonto artinya duduk. Kedua kata itu diucap sekaligus golo lonto, maka maknanya ialah kampung halaman. Terapi kalau kata golo diikuti dengan nama keterangan tempat (nama kampung), jabatan, maka cukup saja menggunakan kata golo kemudian diikuti kata lainnya. Misalnya tua golo (kepala kampung), golo karot (kampung karot), golo lelak (kampung lelak), dan seterusnya.Â
Ada juga kata lain golo lonto ialah kata beo. Kata beo bisa berdiri sendiri, tanpa diikuti dengan kata lainnya dan artinya tetap kampung. Kalau diikuti kata yang lain, tetap artinya tidak berubah yakni tetap artinya kampung. Cuma dalam penggunaan istilah tertentu, maka kata beo ini tidak digunakan, seperti tua beo menunjuk pengertian sebagai kepala kampung. Istilah tua beo tidak tepat dan tidak lazim digunakan. Yang lazim digunakan adalah tua golo (kepala kampung).Â
tulisan ini juga telah tayang di blog pribadi penulis
Sumber: Buku
Adi M. Nugroho, Budaya Manggarai. Selayang Pandang. Cetakan ke I: 2006
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI