"Bagaimana melawan kekuasaan yang tidak adil:" diikuti oleh lima poin berurutan yang menjelaskan berbagai aspek perlawanan terhadap ketidakadilan. Berikut penjelasan rinci setiap poin:
Ada Dua Yakni Ketundukan, atau Perlawanan: Poin ini menjelaskan bahwa terdapat dua pilihan utama dalam menghadapi kekuasaan yang tidak adil: mengalami ketundukan atau melakukan perlawanan. Ini merupakan pengantar untuk membandingkan dua pendekatan yang berbeda.
Dua Kondisional Ini Menciptakan “Dehumanisasi atau Melanggar HAM/Martabat Manusia”: Poin ini mendeskripsikan konsekuensi dari kedua pilihan tersebut. Baik ketundukan maupun perlawanan yang salah dapat menyebabkan dehumanisasi atau pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan martabat manusia. Ketundukan dapat mengakibatkan penindasan dan hilangnya martabat, sementara perlawanan yang menggunakan kekerasan dapat melanggar HAM dan menciptakan siklus kekerasan.
Ketundukan Mengakibatkan Hilangnya Potensi Pengembangan SDM yang Bebas Merdeka: Poin ini menekankan konsekuensi negatif dari ketundukan. Dengan pasrah pada kekuasaan yang tidak adil, potensi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) akan terhambat dan individu tidak dapat berkembang secara bebas dan merdeka.
Perlawanan dengan Kekerasan Berakibat Balas Dendam, dan Kebencian Tidak Ada Akhir: Poin ini memperingatkan bahaya perlawanan yang menggunakan kekerasan. Siklus kekerasan akan menciptakan balas dendam dan kebencian yang berkelanjutan, tanpa solusi yang damai dan berkelanjutan.
Idealnya Adalah “Perlawanan Tanpa Kekerasan”: Poin ini menyimpulkan bahwa pendekatan ideal untuk melawan kekuasaan yang tidak adil adalah melalui perlawanan tanpa kekerasan, sesuai dengan filosofi Mahatma Gandhi. Ini menekankan pentingnya strategi non-kekerasan untuk mencapai perubahan sosial yang positif dan berkelanjutan.
Kedua slide tersebut fokus pada ahimsa sebagai pemurnian diri. Slide pertama menjelaskan ahimsa sebagai evolusi manusia dari kekerasan (himsa) menuju non-kekerasan, menekankan perlunya penghormatan dan kerukunan yang berkelanjutan. Slide kedua menekankan syarat-syarat untuk mencapai ahimsa, yaitu kerendahan hati dan kebaikan hati. Egoisme dan sifat buruk hati dianggap sebagai penghalang utama dalam mencapai non-kekerasan sejati.
Menjadi Agen Perubahan Berdasarkan Keteladanan Gandhi: