Sebagai contoh, dalam kasus korupsi proyek KTP elektronik yang melibatkan Setya Novanto, actus reus dapat dilihat dari tindakan fisik berupa penerimaan suap, pengaturan tender proyek, serta pengalihan dana proyek untuk keuntungan pribadi (Kompas, 2018). B
ukti-bukti yang menguatkan actus reus dalam kasus ini mencakup dokumen keuangan, rekaman percakapan, dan kesaksian para saksi. Dengan demikian, actus reus dalam kasus korupsi harus dibuktikan melalui fakta-fakta konkret yang menunjukkan bahwa pelaku telah melakukan tindakan yang melanggar hukum.
Apa Itu Mens Rea?
Mens rea, yang berarti "niat jahat," adalah elemen yang menunjukkan kesadaran atau kehendak pelaku saat melakukan tindak pidana. Dalam hukum pidana, mens rea menjadi faktor penting untuk membedakan perbuatan yang dilakukan secara sengaja dari perbuatan yang terjadi karena kelalaian atau ketidaktahuan. Dalam konteks korupsi, mens rea sering kali berupa niat untuk memperkaya diri sendiri, kelompok, atau pihak tertentu melalui cara-cara yang melanggar hukum.
Kasus korupsi yang melibatkan Ratu Atut Chosiyah, mantan Gubernur Banten, menjadi contoh penting dalam memahami mens rea. Dalam kasus ini, Ratu Atut secara sadar memberikan arahan kepada bawahannya untuk memenangkan pihak tertentu dalam tender proyek pengadaan alat kesehatan di Banten (Tempo, 2014).Â
Tindakan ini menunjukkan adanya niat jahat untuk memperkaya diri dan kroni-kroninya. Pembuktian mens rea dalam kasus korupsi sering kali menjadi tantangan karena niat pelaku tidak selalu terlihat secara langsung, tetapi dapat disimpulkan dari pola tindakan dan keputusan yang diambil.
Mengapa Actus Reus Penting dalam Kasus Korupsi di Indonesia?
Dalam hukum pidana, actus reus merujuk pada tindakan nyata yang melanggar hukum. Pentingnya elemen ini dalam kasus korupsi adalah untuk memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil oleh pelaku dapat dibuktikan secara konkret.Â
Korupsi sebagai tindak pidana sering kali melibatkan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang oleh pejabat publik untuk kepentingan pribadi. Contoh nyata actus reus dapat berupa penerimaan suap, penggelembungan anggaran, atau manipulasi dokumen.
Mengapa elemen ini menjadi fundamental di Indonesia? Salah satu alasannya adalah karena banyak kasus korupsi yang sulit diungkap akibat kurangnya bukti fisik. Dalam praktiknya, aparat penegak hukum sering kali menghadapi kendala dalam mengidentifikasi tindakan spesifik yang melanggar hukum.Â
Sebagai contoh, dalam kasus korupsi proyek e-KTP yang merugikan negara hingga triliunan rupiah, pengadilan harus membuktikan tindakan spesifik yang dilakukan oleh setiap terdakwa, seperti penerimaan aliran dana atau manipulasi proses tender. Tanpa bukti actus reus, proses hukum menjadi lemah, sehingga pelaku korupsi dapat lolos dari jerat hukum.