TENGGELAM DALAM CINTA ILAHI ALA AISYAH AL BA'UNIYAH
Pernah nggak sih bertanya-tanya, kenapa kita diciptakan? dan untuk apa kita diciptakan? Pertanyaan seperti itulah yang menjadi bahasan ilmu filsafat.Â
Bukan cuma itu, ilmu filsafat juga mengajak kita berfikir tentang konsep-konsep seperti kebaikan, keadilan, kebebasan, dan lain-lain. Jadi, ilmu filsafat itu layaknya alat buat mengeksplorasi segala hal yang bikin kepala kita berasa pening dan bikin kita mikir lebih jauh tentang arti hidup dan keberadaan kita di dunia ini.
Itulah yang menjadi perhatian para filsuf yang kebanyakan dari mereka adalah kaum Adam. Sebut saja di antaranya, Ibnu Maskawaih, Â Ibnu Sina (980 -1037 M), Al-Ghazali (1058-1111 M).
Sedikit saja kaum perempuan yang mendalami ilmu filsafat atau tasawuf, disiplin ilmu yang tumbuh dari pengalaman spiritual kehidupan moralitas yang bersumber pada nilai-nilai Islam. Satu di antaranya adalah Aisyah al-Ba'uniyah.
Aisyah al_Ba'uniyah dikenal sebagai  seorang syaikhah salehah, sastrawan, cendekia, dan perempuan tercerdas pada masanya. Sejarawan Ibnu al-Imad al-Hambali (1623-1679), mencatat, perempuan kelahiran Damaskus 865 H / 1460 M ini sebagai satu-satunya tokoh dari kaum Hawa yang sangat mumpuni di bidang keilmuan, kepengarangan, dan kepenyairan.Â
Kepakaran Aisyah di bidang tasawuf sudah teramat santer. Terbukti Aisyah telah menghasilkan sejumlah karya tasawuf  yang hingga kini menjadi rujukan. Sayangnya, menurut Cendekiawan Amerika Serikat dan Profesor bidang agama di University of Rochester, Amerika Serikat, Th. Emil Homerin, banyak karya-karya Aisyah yang hilang. Lima di antaranya:Â