SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA : PRESIDEN YANG TERLUPAKAN
Delapan puluh satu tahun lalu dalam kalender hijriah, tepatnya pada 9 Ramadhan 1364 H (17 Agustus 1945), Soekarno dan Mohammad Hatta, memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sehari kemudian Undang-Undang Dasar 1945 disahkan. Dengan begitu, maka resmi sudah Indonesia menjadi sebuah negara yang  memiliki wilayah, rakyat, pemerintah, dan konstitusi.
Sepanjang perjalanannya,  negeri yang berjuluk Zamrud Khatulistiwa ini, telah mengalami beberapa pergantian presiden. Namun, coba tanyakan pada warga bangsa ini, siapa saja yang pernah menjadi Presiden Republik Indonesia. Kebanyakan mereka menjawab, di masa pra-reformasi, Indonesia pernah dipimpin  presiden Soekarno, dan Soeharto. Sedang di masa Reformasi, tersebut beberapa presiden, yaitu B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, Soesilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo.
Lantas kemanakan nama Sjafruddin Prawiranegara? Namanya jarang dikenali atau bahkan tidak pernah disebut-sebut sebagai pemimpin atau Presiden.
Sjafruddin Prawiranegara: Menjaga Eksistensi Negeri
November 1948 Wakil Presiden, Mohammad Hatta, berkunjung ke Bukittingi, ibukota Sumatera. Keberangkatan Hatta disertai sejumlah pejabat sipil dan militer. Mereka adalah Menteri Kemakmuran Sjafruddin Prawiranegara, Mr. Lukman Hakim, Rusli Rahim, dan Kolonel Hidajat, serta Letnan Kolonel Akil Prawiradiredja.
Kedatangan Hatta dan rombongan ke Bukittinggi atas undangan Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatera (Kompemsus), Mr. Teuku Mohammad Hasan, guna menyelesaikan sengketa di Tapanuli antara Mayor Bejo dan Mayor Malau. Selain itu, kehadiraan Hatta juga untuk menyiapkan Sumatera sebagai pusat pemerintahan jikalau Belanda kembali melakukan agresi militer dan merebut ibukota Yogyakarta.Â
Usai menyelesaikan kedua urusannya, Hatta pun balik ke Yogyakarta. Tapi sebelumnya, Hatta meminta Sjafruddin Prawiranegara dan stafnya  tetap tinggal di Bukittinggi untuk menata keuangan di Provinsi Sumatera.
Pernyataan Hatta jadi kenyataan. Tepat pada 19 Desember 1948, Belanda kembali melakukan agresi militer yang kedua kalinya. Belanda menguasai Yogyakarta, serta menahan Presiden Soekarno, dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Keduanya diasingkan ke pulau Bangka. Selain itu, Belanda juga meluluhlantakkan Padang, Bukittingi, dan sekitarnya.
Apakah Indonesia telah berakhir? Tidak. Kabar kejatuhan Yogyakarta ke tangan Belanda diketahui Sjafruddin Prawiranegara. Â Menyikapi situasi genting tersebut, Â lelaki berdarah Banten kelahiran 28 Februari 1911 ini, bersama kolonel Hidajat, menyambangi rumah Kompemsus, Mr. Teuku Mohammad Hassan, di Jalan Atas Ngarai. Pada pertemuan ini, Sjafruddin menyampaikan pendapat tentang kemungkinan terjadinya kekosongan kekuasaan pemerintahan (vacum of power) yang akan menimbulkan dampak negatif. Karena itu, Sjafruddin menyarankan, perlu segera dibentuk sebuah pemerintahan untuk menyelamatkan negara yang sedang berada dalam keadaan bahaya.
Setelah melewati diskusi yang alot, akhirnya mereka sepakat membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), dengan susunan kabinet sebagai berikut :Â