Mempertimbangkan antar 2 gambar rancangan yang diajukan, pemerintah dan DPR-RIS menilai, rancangan milik Yamin terdapat gambar sinar matahari. Sehingga timbul kesan kemerdekaan Indonesia lahir karena adanya pengaruh Jepang sebagai negara matahari terbit.Â
DPR-RIS memutuskan menolak usulan Yamin, dan memilih gambar garuda, rancangan Sultan Hamid II, sebagai bakal calon lambang negara. Semua anggota pun sepakat, termasuk Muhammad Natsir.
Hanya saja, Natsir memberikan catatan. Menurut Ketua Partai Masyumi ini, gambar garuda dengan tangan manusia yang memegang perisai hasil karya Sultan Hamid II ini terlalu kental dengan mitologi, khayalan dan feodal. Keberatan Natsir ini pun diterima semua pihak, termasuk Panitia, Sultan Hamid II sebagai perancang, dan Presiden RIS, Soekarno.
Lewat kelapangan hati dan juga olah pikir semua pihak, akhirnya Panitia pun memutuskan lambang negara adalah Garuda yang ada seperti saat ini.Â
Panitia juga memasukkan gambar nur/cahaya berbentuk bintang bersegi lima sebagaimana usul Mohammad Natsir sebagai simbol pertama Pancasila. Simbol rantai bermata bulatan dan persegi yang sambung menyambung berjumlah 17 yang bermakna regenerasi yang terus menerus. Usulan lambang Sultan Hamid II yang mengambil inspirasi kalung suku Dayak ini menjadi simbol sila kedua.Â
Sumbangan lain datang dari anggota Panitia lainnya. R.M.Ng Purbatjaraka memasukkan simbol pohon astana sebagai lambang pengayom dan perlindungan untuk melambangkan sila ketiga. Sedang simbol sila keempat adalah kepala banteng sebagai lambang dasar kerakyatan/tenaga rakyat merupakan sumbangan ide Mohammad Yamin. Sedang Ki Hadjar Dewantara memasukkan lambang padi-kapas yang bermakna ketersediaan sandang dan papan / simbol tujuan kemakmuran sebagai sila kelima dari Pancasila. Kelima sila itu kemudian dipersatukan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika (Berbeda-beda tapi tetap satu) yang menurut Hatta merupakan gagasan Bung Karno.
Keputusan Panitia Lencana Negara ini pun akhirnya diresmikan penggunaannya oleh kabinet RIS pada 11 Februari 1950.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H