Mohon tunggu...
Andi Yani
Andi Yani Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan peneliti bidang sosial dan politik

Pembelajar yang senang menyusuri jalan, mengunjungi kampung, bercakap dan berbagi ilmu sambil minum kopi.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Hoorn, Sebuah Kota Rajutan Sejarah

28 Mei 2018   10:00 Diperbarui: 28 Mei 2018   10:34 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Tidak seperti hari biasanya di musim dingin, hari ini lebih hangat dan matahari lagi lucu-lucunya. Sebuah kesempatan yang jarang dan biasanya warga Belanda akan banyak beraktifitas di luar. Apa lagi di waktu akhir pekan. Saya pun tentu ingin menikmati cuaca cerah dan udara hangat setelah beberapa pekan terkurung di kamar karena kedinginan. Saya dan tiga kawan turut menikmati matahari lucu dengan mengunjungi sebuah kota tua di bagian utara Belanda yaitu Hoorn.

Hoorn memiliki sejarah panjang baik untuk warga Belanda maupun untuk masyarakat Indonesia. Kota ini berdiri sejak tahun 800an dan mendapat hak sebagai sebuah kota otonom dari Kerajaan Belanda pada tahun 1357[1]. Kota di pesisir pantau utara Belanda ini memiliki luas daratan hanya 40 persen dari total luas wilayah (53.25 km2) dengan penduduk sekitar 72 ribu orang[2]. 

Hoorn sejak dulu dikenal sebagai kota pelabuhan dan menjadi salah satu daerah basis utama perdagangan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie)[3]dari enam kota lain di Belanda. Bukan hanya sebagai kota perdagangan dan pelayaran, Hoorn juga dikenal sebagai tempat pembuatan kapal sejak Abad 16. Kota ini menjadi salah satu kota persinggahan dalam jalur perdagangan antara negara-negara semenanjung Eropa tengah (Baltic) and Eropa Barat (Flanders)[4].

Sisa kejayaannya sebagai kota perdagangan dunia di jaman keemasan Belanda pada Abad 17 masih terlihat hingga saat ini. Pelabuhan di Hoorn terlihat khas sebagai sebuah pelabuhan tua dengan bangunan dan menara (hoofdtoren) khas gaya arsitektur renaissancedi bibir pantai. Bangunan ini kini berubah fungsi menjadi restoran dan caf. Kapal-kapal nelayan dan yacht bersandar rapi di pelabuhan. Terdapat beberapa perahu tua khas Belanda juga terlihat bergoyang pelan mengikuti ombak.

Pelabuhan terlihat sepi dan hanya terlihat beberapa pelancong lokal menikmati hangatnya matahari di suhu 7oCelcius. Pada musim panas, pelabuhan ini akan sangat ramai dan dipenuhi pelancong yang umumnya dari kota atau negara sekitar. Beberapa kelompok anak muda biasanya menikmati matahari yang selalu terlambat tenggelam dan bermalam di sekitar pelabuhan. Di sekitar pelabuhan dibuat tembok dan juga geladak kayu yang digunakan pengunjung beristirahat.

 lokasi yang pas bagi anak-anak untuk melompat ke laut ketika udara hangat. Kota ini jarang didatangi pelancong dari Asia karena daerah ini tidak memiliki deretan toko souvenir seperti di Volendam atau Amsterdam. Kota ini lebih pas bagi mereka yang ingin menikmati daya magis arsitektur bergaya renaissance dan suasana kota kecil ala Friesland.

Di tembok bibir pembatas pelabuhan terdapat patung tiga anak yang sedang bercengkerama sambil memandang ke laut lepas. Ketiga anak ini adalah tokoh dari sebuah cerita anak-anak yang berjudul  De Scheepsjongens van Bontekoe (Anak Awak Kapal Bontekoe)ditulis oleh Johan Fabricius. Buku yang diterbitkan tahun 1924 ini menceritakan tiga anak -- Hajo, Ralf dan Padde -- yang menjadi pelayan di kapal yang dinakhodai oleh Kapten William J Bontekoe dan kemudian mereka ditinggal di pulau Jawa. Kisah ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul Java ho !.Kisah petualang anak kabin kapal Bontekoe bahkan menginspirasi  lahirnya serial TV dan film. 

Meskipun kisah petualang ketiga anak ini hanyalah imajinasi Johan namun perjalan Kapten Bontekoe berlayar ke Indonesia adalah kisah nyata. Kapten Bontekoe adalah nakhoda kapal VOC yang kelahiran Hoorn dan memimpin ekspedisi pelayaran ke East Indies (Indonesia) pada tahun 1618-1625. Dalam perjalanannya, kapal Bontekoe karam dan mereka terdampar di Sumatera. Beberapa awak kapalnya meninggal karena kelaparan dan dibunuh oleh penduduk lokal. Pada akhirnya Bontekoe dan sebagian awaknya yang tersisa sampai di Pulau Jawa. Perjalanannya ini ditulis sekembalinya ke Belanda yang kemudian diterbitkan pertama kali di Hoorn dan menjadi best seller di Abad 17 dan 18[1].

Sekitar 150 meter dari Hoofdtorenterlihat sebuah bangunan besar dengan arsitek khas Renaissance. Bangunan tersebut dulunya difungsikan sebagai penjara untuk para budak yang didatangkan dari daerah-daerah jajahan Belanda. Saat ini bangunan tersebut beralih fungsi menjadi pertokoan, restoran dan bar serta perkantoran. Bangunan terlihat sangat megah berdiri di bibir pantai dengan hiasan lampu-lampu.

Dari pelabuhan kami beranjak ke pusat kota Hoorn dengan menapaki jalanan paving khas Belanda. Kami menikmati bangunan-bangunan tua jaman renaissance yang dibangun pada masa keemasan Belanda. Bangunan rumah dan perkantoran yang dulunya berfungsi sebagai gudang barang perdagangan masih terlihat kokoh dan terpelihara. Di tengah kota terdapatsquare(alun-alun) yang menjadi pusat aktivitas sosial masyarakat sejak dulu hingga saat ini. Di tengah alun-alum berdiri dengan angkuhnya patung Jan Pieterszoon Coen. Jan Pieterszoon sangat terkenal kebengisannya ketika berkuasa sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada paruh awal Abad 17. 

Jan Pieterszoon-lah yang kemudian mendirikan Batavia yang sebelumnya dikenal sebagai Jayakarta sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan VOC. Kebengisan Jan Pieterszoon dan bala tentaranya kala itu adalah dampak dari peperangan puluhan tahun dengan Spanyol ketika menduduki Belanda. Pada akhirnya Jan Pieterszoon meninggal karena terserang wabah kolera setelah pasukannya dikepung oleh pasukan Sultan Agung dari Kerajaan Mataram. 

Sejajar dengan patung sang Gubernur Jenderal terlihat gedung dengan jendela perpaduan biru kuning, patung singa dan simbol kerajaan. Gedung ini dulunya adalah balai sidang dan juga digunakan sebagai penjara. Namun bagi mereka yang mendapat ganjaran hukum gantung selanjutnya dieksekusi di depan gedung. Lokasi eksekusi ditandai dengan bundaran paving berwarna merah yang posisinya pas disamping patung Jan Pieterszoon. Gedung mahkamah ini sekarang berfungsi sebagai museum kota Hoorn. 

Di sekitaran squareterlihat tiga mobil touryang parker. Mobil ini bentuknya seperti mobil golf tapi lebih panjang dengan kapasitas sekitar 10 orang. Mobil tourini digunakan para turis mengelilingi kota Hoorn dengan guide yang sekaligus supir yang menjelaskan sejarah dan cerita yang dimiliki Hoorn. Untuk menikmati layanan wisata keliling Horn dengan mobil golf ini dikenakan 6 eur per kepala.

Di setiap sudut kota di Belanda pasti selalu ada caf dan restoran yang menawarkan koffie en gebak alias kopi dan kue/biskuit. Sebagai kota tua, maka cafdan restauran di Hoorn umumnya berada di gedung yang berarsitektur eksentrik dan mengandung nilai sejarah.  Kami pun memasuki sebuah caf yang di salah satu bangunan di sekitar square.

Bangunan yang kami masuki terlihat sangat mencolok dengan jendela berwarna merah dan patung kuda merah bertanduk yang merupakan simbol kota Hoorn. Gedung ini dulunya berfungsi sebagai pusat kegiatan bisnis, hukum dan pemerintahan. Pantas saja caf ini terlihat sangat ramai karena memang posisinya yang sangat strategis dan salah satu bangunan legenda di Hoorn. 

Akhirnya secangkir lattmampu menghangatkan badan saya setelah menikmati kepingan  legenda di kota Hoorn. Sebuah kota yang merajut sejarah keemasan, kisah kelam dan cerita petualang menjadi satu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun