Leiden dikenal sebagai kota pelajar, dimana Universitas tertua di Belanda didirikan sejak 480 tahun lampau.
Di kota inilah para pendiri dan tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia berkumpul sewaktu kuliah di Universiteit Leiden. Para tokoh ini antara lain adalah Ali Sastromidjojo dan Nazir Pamoentjak yang kuliah hukum di Universitas Leiden.Â
Mohammad Hatta (awalnya kuliah di Universitas Leiden namun kemudian pindah ke Economische Hogeschool sekarang dikenal dengan Universitas Erasmus di Rotterdam), Sutan Sjahrir (awalnya kuliah di Universitas van Amsterdam kemudian pindah ke Universitas Leiden).
Mereka mendirikan organisasi yang dikenal Indische Veereniging alias Perhimpoenan Indonesia sejak tahun 1908. Organisasi inilah yang banyak melakukan gerakan perlawanan atas pendudukan Belanda di Indonesia yang kemudian mendapat banyak perhatian dari dunia internasional.Â
Leiden juga memiliki banyak museum yang menyimpan banyak sejarah dan cerita dari berbagai bangsa. Salah satu museum yang terkenal adalah Museum Volkenkunde yang memiliki ruang koleksi khusus Indonesia.Â
Di Leiden juga sebuah lembaga khusus yang didirikan 1851 dan bertujuan untuk melakukan riset antropologi, sejarah, linguistik, dan ilmu sosial di wilayah kekuasaan Belanda, khususnya di Asia Tenggara dan Pasifik.
Lembaga ini adalah Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) yang menyimpan banyak koleksi manuskrip dan hasil penelitian yang dilakukan sejak dulu, khususnya berkaitan Indonesia.Â
Perpustakaan Leiden adalah salah satu perpustakaan dengan koleksi terlegkap di bidang sejarah, bahasa dan antropolgi. Perpustakaan ini menyimpan banyak manuskrip asli dari Indonesia. Koleksi yang sangat special adalah La Galigo yang telah diakui oleh UNESCO sebagai manuskrip terpanjang di dunia mengalahkan Mahabrata.
Dari itu semua, satu hal yang sangat menarik dan membuat Leiden menjadi kota yang eksentrik dari semua kota yang ada di dunia. Leiden adalah sebuah kota yang bertaburan 107 puisi tertulis di dinding-dinding gedung di sekitaran kota. Puisi-puisi yang ditulis menggunakan 30 bahasa berbeda dan ditulis dengan abjad aslinya.Â
Proyek penulisan puisi diinisiasi oleh Yayasan Tegen-Beeld dengan dukungan pemerintah Kota Leiden dan tentu saja masyarakat Leiden.
Proyek ini menjadi prestise bagi masyarakat Leiden yang melahirkan sastrawan terkenal Belanda yang hidup dan sekolah di Universitas Leiden, seperti Piet Paaltjens, J.C. Bloem, Maarten Biesheuvel, Jan Wolkers and Maarten 't Hart. Proyek pembuatan mural puisi ini dikenal dengan Muurgedicthen yang berarti mural puisi.
Biaya pembuatan puisi diperoleh dari sumbangan pribadi, perusahaan dan Pemerintah Kota Leiden. Meski demikian Yayasan ini menjaga indepensinya dengan menolak menulis puisi untuk Ratu Belanda ketika Ratu Beatrix mengunjungi Leiden di suatu waktu (Source)
Di antara 107 puisi-puisi tersebut, terdapat 3 puisi mewakili Indonesia. Puisi pertama adalah karya Chairil Anwar (1922-1949) dengan judul AKU.
Puisi ini ditulis pada tanggal 17 Agustus 1995 di sebuah dinding apartemen di jalan Keernstraat 17a untuk memperingati 50 tahun kemerdekaan Indonesia.
Puisi ini ditulis atas usulan Instituut Indonesische Cursussen (IIC) atau lembaga kursus Bahasa Indonesia di Leiden. Puisi AKU ini menggambarkan sebuah perlawanan yang ditulis oleh Chairil Anwar di tahun 1945 melawan pendudukan Jepang dan juga Belanda.
Puisi Indonesia kedua adalah Serat Kalatidha atau dikenal Jaman Edan karya penyair legenda Jawa, Radn Ngabhi Ranggawarsita (1802-1873).
Puisi ini ditulis tahun 1997 di jalan Kraaierstraat dengan abjad Hanacaraka. Puisi Serat Kalatidha ini juga diusulkan oleh Instituut Indonesische Cursussen (IIC) kepada Yayasan Tegen-Beeld dan akhirnya disetujui untuk dijadikan mural menghiasi Kota Leiden.
Puisi ketiga ini berasal dari Bugis dan ditulis dengan abjad Lontara. Puisi anonym ini adalah penggalan dari Elong yang konon dibuat sekitar Abad 19. Puisi ini diusulkan oleh Dr. Roger Tol, kepala perpustakaan KITLV saat itu, dan ditulis pada tanggal 23 Juni 2001 bertepatan dengan peringatan 150 tahun KITLV.Â
Bagi pembaca yang berniat berpelesir ke Leiden, saya menganjurkan untuk meluangkan waktu menziarahi ketiga puisi yang merepresentasikan maha karya sastra Indonesia. Untuk info lebih lengkap mengenai semua mural puisi di Kota Leiden dan lokasinya, silahkan mengunjungi websitenya proyek Muurgedichten
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H