Mohon tunggu...
Andi Wi
Andi Wi Mohon Tunggu... Penulis - Hai, salam!

Bermukim di Cilongok - Banyumas - Jawa Tengah. Kamu bisa mulai curigai saya melalui surel: andozshort@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami Pilihan

Cerpen | Ia yang Ingin Kau Miliki Segalanya Tapi

18 Mei 2018   02:20 Diperbarui: 18 Mei 2018   05:33 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu bulan puasa begini kita lebih sering ketemu. Kau pagi-pagi betul ke masjid, tersenyum ketika kita berpapasan. Kau pulang kuliah siang hari dengan cara berjalanmu yang amat lambat dan mengkhawatirkan, seolah itulah cara terbaik mengulur waktu untuk kita bertemu di depan pintu rumahku.

Menjelang magrib, aku menyaksikanmu lemas seperti seorang yang kurang darah, aku, mengintipmu dari balik jendela kamarku kau memasak menyiapkan tajil untuk keluarga besarmu.

Menjelang hampir adzan magrib, kau repot-repot berubah jadi anak  baik dan lucu dan manis dan segalanya gambaran seorang sempurna pendamping hidup dunia akhirat demi mengirimku masakan terbaikmu untuk aku santap bagi puasaku.

Selepas magrib, kini kau benar-benar menyatakannya sebagai bidadari surga yang mengenakan mukena, yang menggulung sajadahnya di tangan kanannya untuk memenuhi panggilan isya dan taraweh.

Lantas rasanya saat kau melewatiku, aku ingin sekali menabrakmu dengan gerakan sengaja agar kekacauan kita terjadi lagi yang tentu saja membikin kita semakin akrab. Tapi sayang aku tak pernah berani bertindak sebesar itu. Tak pernah sekecil pun berani ingin melakukannya. Justru yang kupikirkan malah aku hanya akan mengotorimu.

Kemudian yang bisa kulakukan, aku memerhatikanmu dari jauh saat mengambil air wudhu meskipun itu artinya aku sudah suci. Aku melakukannya, membersihkan kaki dan tanganku berkali-kali banyaknya meskipun itu artinya sudah bersih dan suci dan mungkin saja kubik air masjid akan kuhabiskan sendiri kalau saja tak ada orang yang menghentikannya.

Dari matamu aku melihat surga
Jauh lebih dekat dari pada
yang kubayangkan
yang kitab bilang
Susah dicapai bagi pemalas
berandal, dan  
kucing yang beribadah dengan menggulungkan tubuhnya
di atas kain pel.

Ambilah darahku kalau kau mau  
Andai hari terlalu panas
Andai kau lemas, ambilah
Tapi jangan ambil semuanya
Karena semuanya belum kumiliki.

Sepulang taraweh saat semua orang meninggalkan barisan menuju pintu keluar, entah kenapa aku punya keinginan kuat ingin menyundulmu. Tapi maksudku bukan ke arah gawang pintu melainkan menjauhkanmu dari jalan keluar tersebut. Ingin kubilang padamu, "Jangan pulang dulu. Sebentar saja. Lima menit. Aku pengin natap kamu."

Itu memang konyol. Bagaimana caraku menahanmu? Aku harus cari alasan. Aku sudah tak sabar ingin menemukan alasannya. Bagaimana kalau kita buka bersama besok? Ah. Itu terlalu lama. Kenapa harus besok! Sekarang saja. Tapi rasanya sekarang kau pasti sudah buka puasa. Apa ini? Apa ini alasannya? Sekali lagi aku memang bukan jenis orang yang pawai membujuk orang lain agar sedetik bersamaku.

Dari ribuan jamaah yang keluar dari pintu masjid, aku tak pernah kesulitan menemukanmu. Kau gampang sekali kutemukan karena kau punya ciri khas dan detail yang mengagumkan. Kau mengenakan mukena putih dengan tali putih yang masih terikat di kepala dan tentu saja semua orang memang mengenakan mukena putih dan tali kepala putih. Tapi aku bersungguh-sungguh aku selalu menemukanmu di antara bidadari-bidadari itu. Aku seekor anjing pelacak handal yang dengan satu endusan dengan mudah mampu menemukan targetnya.  

Aku melatih semua indraku dengan telaten untuk giat menggambarkanmu dalam mimpi dan sadarku, dan kurasa takkan ada orang yang sanggup menyamaiku. Apa kau tahu?

Ya, tentu saja kau tidak tahu. Sebab bagaimana pun fakta inilah yang membuatku sedih. Sebab jika ada satu orang saja yang sanggup menyamaiku dan kemampuannya malah lebih baik dariku, mungkin inilah saat terbaiknya menyaksikanmu menikah lebaran tahun ini.

Andi Wi

Ramadhan Kedua,

Ajibarang, 18 Mei 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun