Kamis, 22 Febuari 2018, bencana tanah longsor terjadi di Brebes. Tepatnya di Pegunungan Lio, Desa Pasir Panjang, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes. Puluhan orang tertimbum tanah. Tercatat 7 orang meninggal.Â
Saya mendapatkan kabar berita duka ini dua hari lalu, satu jam setelah bencana longsor terjadi. Dan bukannya langsung dari sumber terpercaya yang biasa saya jadikan rujukan, melainkan dari mulut orang lain, dan sisanya dari sekitar orang-orang yang berteman dengan saya di media sosial.
Akan tetapi, bukan itu yang ingin saya ulas di artikel ini. Melainkan yaitu cara saya mendapatkan informasi berita itu. Yang lengkap dengan foto-foto kejadian berlangsung bencana, ditambah foto-foto korbannya.
Di jaringan media sosial saya, telah diunggah setidaknya tiga sampai lima foto yang membuktikan bahwa kejadian itu benar-benar terjadi. Dan tak butuh waktu lama, foto-foto semacam itu banyak sekali bertebaran.
Seminggu sebelum kejadian, saya bersama teman saya melakukan perjalanan pendek menggunakan sepeda motor. Di tengah-tengah perjalanan kami harus berhenti karena ada satu kecelakaan lalu lintas.
Saya dan teman saya membantu evakusi korban sampai ke dalam mobil ambulans. Lantas dua jam setelah itu, di laman media sosial saya, entah kenapa, dibanjiri berita kecelakaan. Saya terkejut. Namun yang bikin amat terkejut adalah saya justru melihat foto diri saya sendiri, sedang menopang korban kecelakaan tempo dua jam lalu yang saya tolong.
Foto itu sebetulnya tidak fokus ke wajah saya melainkan lebih ke penampakan korban kecelakaan yang berdarah-darah itu, yang saya pikir sangat tak layak jika menjadi gambar yang dinikmati umum.
Ini sama seperti berita duka pertama korban tanah longsor, yang terjadi ketika saya mendapatkan informasi berita, lengkap dengan foto-fotonya yang membuat saya amat sedih.Â
Dalam berita yang diunggah oleh teman saya di media sosial saya itu, saya pikir, saya mempermasalahkan fotonya, bukan kredebilitas isi beritanya.Â
Sampai sekarang saya bahkan tidak percaya motivasi orang-orang membagikan berita dan dengan lengkap bersama foto-fotonya yang berdarah-darah, atau penampakan tulang yang remuk, atau hal-hal lain yang saya pikir itu sangat bodoh.
Untuk apa sih mereka semua melakukan itu?
Saya pernah. Saking kesalnya sama seorang teman mengunggah foto semacam itu, saya mengkritik sikapnya habis-habisan dan memintanya untuk menghapus foto tersebut.
Saya bilang, dengan agak memohon, "Tolonglah. Hapus foto kayak gitu. Bukan apa-apa. Tapi ini bodoh. Harusnya kamu punya sedikit saja rasa empati pada si korban dan juga keluarga si korban yang terkena bencana. Buat apa kamu membagikan informasi visual kayak gitu? Cukuplah memberitahu, dan bersedih. Kalau perlu ikut berbela sungkawa. Aku temanmu. Aku berhak menasehatimu jika ini salah. Segera hapus!"
Teman saya menjawab, "Tapi kan, Ii, ini buat pelajaran mereka-mereka juga yang di luaran sana. Kalau kita ini harus hati-hati. Terus kita jadi waspada."Â
"Menurutmu gitu?" Kata saya. "Itu justru bikin orang takut ambil risiko. Semua orang tahu cara mempertahankan diri, semua orang tahu cara menyelamatkan diri. Itulah sebabnya kita enggak punah-punah. Tapi yang namanya bencana bisa terjadi kapan aja. Meski kita ini udah waspada tingkat kecamatan. Nggak ada gunanya share gambar begituan. Kasian keluarganya. Coba bayangkan kalau itu terjadi sama keluarga kamu. Apa yang akan kamu lakukan kalo adikmu kecelakaan dan aku ikut share fotonya yang berdarah-darah. Tulangnya remuk, dll? Apa yang mau kamu bilang sama aku?"
Akhirnya teman saya menghapus foto unggahannya.
Akan tetapi, saya tak mungkin bisa menasihati semua orang yang saya kenal dan tidak saya kenal dengan cara yang sama saya lakukan terhadap teman saya di atas. Maka dari itu saya menulis ini.Â
Sudah sejak lama saya ingin sekali menuliskan ini. Saya ingin sekali, saya berharap, tulisan ini bahkan bisa mewakili isi hati korban dan keluarga korban yang terkena bencana.
Untuk korban bencana tanah longsor Pasir Panjang, Brebes.
(*) Di media sosial semua hal mudah sekali disebar karena berbagai macam informasi ada di sana. Mohon pertimbangannya jika Anda ingin menyebar informasi, bijaklah menyebar informasi yang bermanfaat.Â
SalamÂ
Andi Wi
Ajibarang, 25 Febuari 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H