Memang mana mungkin
saya
sanggup memahami isi
kepala orang-orang...
Sedang bulat cepak kepalaku sendiri
batu belah
yang susah dijabarkan
sudah jadi patung
yang disembah melebihi kebutaan.
Di antara rasa keniscahyaan yang hambar
Dan
letih perihku yang tak bisa menangis
Mana mungkin aku berharap
bisa
memahamimu.
Sulit mengabaikan
Kebetulan-kebetulan itu
Oh,Â
Kau yang Baik
Yang aku mudah kau bikin gugup ini
Didoakan olehmu
Bukan saatnya kita mencari tahu
Karena mengapa kita mesti
punya alasan mencari tahu?
Sebab selama ini (jangan-jangan)
Kau yang benar
Aku yang salah
Akan tetapi, Kau yang Baik
sekaranglah
Waktunya kita sadar
Bahwa
bukan soal siapa yang paling bernilai dan benar
Sebab sama seperti apa katamu bilang dulu:
Pasca kesepian ini,
kita masih
tetap perlu
menghadapi pra kesunyian berikutnya bukan?
Oh, kepalaku yang tak bisa melindungi
Tebakan-tebakan, jebakan-jebakan
Rasa sedih dan pemahaman akan keinginannya hidup dalam hati.
Kau yang Baik,
Kau yang Baik,
Tetaplah menyertaiku. Bahkan
sekali pun kau urung
Dan merasa sulit bagimu
mengerti sifat tanduk kebinatanganku
yang liar dan mudah disusupi sifat cemas.