Kita tak bisa berbuat banyak. Tapi jika kau mencariku. Kau tahu kemana harus pergi. Ke tepi masa lalu itu.
Aku hanya butuh sesuatu yang membuatku merasa beranjak. Kau pasti juga begitu.
Kupikir jika aku menginginkanmu, itu berarti aku benar-benar menginginkanmu. Harusnya kau paham betul.
Maka ketika aku melepasmu. Itu sudah kupikirkan matang-matang sebagai-sebuah-keputusan-seorang-yang-siap-kehilangan-bahkan-seperti-seorang-yang-tak-pernah-memiliki-sebelumnya.
Aku tahu. Itu adalah kata-kata yang kasar. Tapi (barangkali) sebagaimana yang pernah kau dengar. Konon, bintang malam hari yang sering kita lihat di langit adalah cahaya yang sudah mati ribuan tahun lalu. Namun karena cahaya itu mesti menempuh jarak yang begitu jauh ke bumi, ke mata kita, cahaya itu belum benar-benar redup sepenuhnya. Mungkin itu yang lebih tepat dinamai "kasar".
Selama ini kita telah ditipu dengan keindahan jutaan tahun lalu. Ditipu hari kemarin. Hingga kita mesti buka mata lebar-lebar untuk mengetahui kebenaran tersebut.
Tapi bukankah kita memang tak bisa berbuat banyak? Karena memang hanya itulah yang akan kita bolehkan terjadi.
Kau boleh melupakanku. Sebanyak-banyaknya hari telah lalu ketika kita masih bersama. Kau juga boleh melupakan apa yang telah kukatakan, kuperbuat untukmu sebagai kebijaksanaanmu. Sekalipun pada dasarnya manusia adalah binatang yang berbakat mengkotak-kotakkan apa saja yang perlu mereka warisan diingatan masa depan.
Aku tak akan minta apa-apa darimu. Kau perlu ruang. Manusia butuh sesuatu yang membuat paru-parunya mereka merasa lega. Aku paham betul.
Dan seperti yang pernah kubilang, kita harus berbahagia. Karena itulah satu-satunya kesempatan kita agar tetap percaya bahwa perpisahan ini betapa menyenangkannya terjadi.
Kau bisa mulai lakukan apa pun yang kau mau. Begitu juga dengan diriku. Kau bisa melanjutkan cita-citamu yang sempat tertunda itu; melanjutkan kuliah dan kembali menyelesaikan tanggung jawabmu sebagai penulis yang sama sekali belum menulis satu pun buku.