Mohon tunggu...
Andi Wi
Andi Wi Mohon Tunggu... Penulis - Hai, salam!

Bermukim di Cilongok - Banyumas - Jawa Tengah. Kamu bisa mulai curigai saya melalui surel: andozshort@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Kau Berkata Aku Mendengar

10 September 2017   04:54 Diperbarui: 14 September 2017   06:33 1002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.instagram.com/helloheale/

Seperti yang kau bilang. Kita harus bahagia. 

Dengan cara apa?  Terserah aku, jawabmu. 

Seolah ingin membebaniku.

Seolah tak ingin membebaniku. 

Berkatalah mereka kepada seorang yang sepertiku, "Sabar. "

Sambil menepuk pundakku sekali. 

Betapa kosong dan hambar kalimatmu.  

Lorong dingin nan gelap 

tempat lumut-lumut berkembang biak, di kepalaku.  

Sebuah bayang-bayang yang membonceng 

Di jok belakang sepeda motor

adalah bayang-bayang pengendara itu sendiri 

Bagaimana kalau benar? Angin itu memiliki perasaan, punya sifat 

dan keinginan mendasar seperti mencintai, setia terhadap jenisnya, peka terhadap rasa sakit dan luka. 

Seseorang tiba-tiba terhenti 

Menutup buku yang baru ia baca, 

begitu sedih 

mendengar ada yang berbisik, "Coba kau bisa mencintaiku apa adanya.  Aku pasti juga akan menerimamu apa adanya."

Senyumlah karena tugasmu sekarang sebagai kasir yang tak pernah mengeluh menyapa dan mengaku hidup untuk bersedih dan mengoreksi harga-harga

Sebab hal terpenting di hidup ini selalu butuh

Akhir yang sederhana.  

Kalau kau katakan ya, itu pasti tak akan mengubah apa pun. 

Andai apa pun bisa diubah. Namun 

Yang dihitung bukan seberapa banyak seekor burung cakap bersenandung

Sebab perasaan selalu kuno 

Untuk didengar sebagai siaran radio yang dilantunkan tanpa bisa dikomentari.  

Tapi 

tinggalah barang sejenak 

Karena alasannya selalu sama: aku masih 

ingin di sebelahmu 

Mengendus angin; udara yang baru saja kau embuskan dari rongga paru-parumu. 

Aku pun ingin mendengar kau berkata: mengapa kita harus bahagia?

Dan biarlah 

hujan yang kemrisik brisik 

bagai gelombang yang kehilangan salurannya, sementara biar

Aku tak bisa menimpalimu lebih banyak. 

Dari keinginanku melompat mengajak bayang-bayangmu atau bayang-bayangku

Pergi ke tempat masa lalu itu. Seorang diri.  

__


Ajibarang | 12 Agustus 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun