Setiap Hari Adalah Akhir Pekan
Setiap kali melihat kau tersenyum, aku menyaksikan sebuah kamar yang menjanjikan kehangatan bagi penghuninya. Selimut tebal yang dirajut dari tangan kekasih dan sayang, lampu tidur tidak terlalu terang dan jendela yang bisa menghadirkan kupu-kupu pagi hari di balik kaca tipisnya yang berembun.
Setiap kali melihat kau tersenyum, aku menyaksikan mata yang merekam jalan-jalan kecil yang sanggup menuntun orang tersesat kembali ke rumah ibunya. Aku bisa melihat diri ibu di dalam diri kau yang tersenyum seperti cara ibuku tersenyum saat menyambutku di halaman depan rumah.
Melihat kau tersenyum, aku seperti melihat mentari yang benderng pukul delapan pagi setiap akhir pekan yang melelahkan selesai mencuci pakaian-pakaian kotorku. Lalu aku yang rentan kesepain bisa mencium sebuah rencana simpel untuk kembali ke kamar, kembali ke dalam kehangatan itu. Kepadamu aku ingin kembali tidur dan memimpikan diriku yang tersenyum melihat kau tersenyum.Â
Kemarin
Saya ingat hari kemarin
Ketika semuanya berbelok
Menyembunyikan terlalu banyak
Sampai pada akhrinya membawa saya
Meninggalkan tepi jalan
Gadis kecil dalam foto, tak pernah datang
Menemukan saya
Di tengah-tengah benteng bertahan
Di tengah pertunjukkan
Di sini waktu seperti berpacu
Mesin yang kehilangan keahliannya
Kemarin adalah jalan keluar
Tapi saya benar-benar berharap
Mimpi memantulkan tubuh saya
Bicara, bicara, bicara
Menggaris bawahi kata-kata:
Apa yang ingin saya dengar
Saya tak bisa berteriak
Langkah mundur tak pernah berlaku
Di dunia ini. Dunia yang tak bisa dipanjat
Mengaburkan kapas-kapas.
Perkara Kamu dan Pelukan Itu
sejak dulu aku sudah curiga
kau laut yang tak bisa tumpah
dasar gelombang yang tak ingin
membuat matahari tenggelam
magenta mahir memulihkan warna mata ikan-ikan
camar yang tak lagi suka
menyamar kesedihan gadis pantai
sejak mula lahir, aku sudah mahir mengubah
benda-benda menyaru
kugubah pasir-pasir,
cangkang sepatu, Â apa saja
yang bisa menyerupaimu
seorang yang alasan satu-satunya aku
aku ingin berguru pada kepiting sepertimu
dari hidup yang sebentar
terus-terusan membuatku miring dan memar
sebab, kekasih
dunia yang paling ganas, oh
menyimpan luka perihÂ
di tubuh anak petani sepertiku
yang tak pernah bisa mengajari
batang kelapa, anak-anak angin
menyanyi, bersiul di tepi pantai
ketika tak ada yang sama
caramu menyeka dan merangkul
paling hangat itu.Â
Perkara yang aku tahu betul cuma kamu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H