Aku tidak memiliki pengalaman yang cukup menyenangkan menendang bokong seseorang—kecuali di alam mimpi yang baru saja kualami. Tapi kali ini aku benar-benar ingin menendang bokong seseorang.
Masih mengenakan celana dalam, aku menghampiri Bumi, menarik napas dalam-dalam seakan berusaha mengumpulkan seluruh energi yang tersisa di galaxy, sambil mengayunkan kaki kanan dan watta! Seseorang di depanku tersungkur. Bumi mengelus-elus bokongnya dan dalam keadaan masih tertawa—mungkin kali ini karena melihat gambar Bathman.
“Ayo pulang!” katanya setelah bangkit dan menengok jam di pergelangan tangannya.
Bumi berjalan di depanku sementara aku mengekor di belakangnya. Kita berjalan cukup jauh dan belum menemukan tanda-tanda bahwa kita tidak tersesat. Aku belum pernah ke sini sebelumnya.
“Aku khawatir kita tersesat! Bagaimana menurutmu?”
“Tenanglah. Aku pernah ke sini sebelumnya bersama kakekku.”
“Kakekmu lagi?”
“Apa maksudmu? Nadamu terdengar seperti orang panik!”
“Aku tidak panik. Aku hanya gugup ketika kau melibatkan kakekmu dalam petualang liar kita. Jadi kapan terakhir kali kalian ke sini?”
“Saat aku berusia anak 6 SD.”
Kami terus berjalan; menyibak angin, melewati semak-semak perdu dan batang-batang tebu, pikirku berlagak seperti seorang penyair. Kami tiba di depan sungai lagi. Begitu banyak sungai di sini, tapi sungai ini benar-benar berisik. Arusnya sangat deras, sampai kupikir tidak ada buaya atau beruang besar yang tinggal di tempat ini.