Mohon tunggu...
Andi Wi
Andi Wi Mohon Tunggu... Penulis - Hai, salam!

Bermukim di Cilongok - Banyumas - Jawa Tengah. Kamu bisa mulai curigai saya melalui surel: andozshort@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta dan Angan: Mimpi Bertemu Sapardi

22 Desember 2015   22:28 Diperbarui: 22 Desember 2015   23:03 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 : Lis

Jika dalam mencintai, Sapardi, ingin menjadi sederhana seperti isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada. Boleh jadi, semua orang iri kepadanya. Anda boleh berbangga, Pak Tua. Saya menunduk takzim dengan setengah membuka topi kepala untukmu. Tapi tunggu, saya juga tak mau kalah—untuk mencintai kekasih saya. Keinginannya tidaklah muluk. Jika dianalogikan seperti makan, tidaklah perlu empat sehat lima sempurna dan satu gelas susu sapi hangat sebagai pelengkap. Cukup seperti makan nasi dan lauknya kerupuk. Sederhana, bukan? Ya, dengan kata imbuhan ‘sangat’ kamu pasti berkata demikian. Keinginan saya ialah dicintainya dengan angan. Saya mencintainya diam-diam dan ia mencintai saya dalam-dalam.

Sebelum malam diselimuti dengkur, kita sama-sama merapalkan doa. Supaya di alam mimpi sana kita bisa sanggup bersua. Dan dengan tangan lentik Tuhan yang diam-diam pula meng-ijabah doa kita; mempertemukan ia dan saya, tentunya. Tolong amin-kan doa saya Pak Tua. Bukankah, kita sebagai hambaNya yang setia dan doa yang paling terijabah adalah doa yang suka diam-diam. Lagipula di alam mimpi semuanya bisa saja terjadi. Sehingga yang terjadi adalah saya memimpikanmu, bukannya ia. Tentu saja itu terdengar keliru. Padahal saya sama sekali tak memikirkanmu di alam nyata. Mungkin kamu meng-aminkan doanya hanya setengah saja. Atau tidak sama sekali. Tak apa.

Kamu duduk bersila di tempat itu dan terlihat sangat khusyuk, macam tokoh dalam cerpenmu: Meditasi Sunan Kalijaga. Namun tanganmu tengadah ke atas, barangkali berdoa. Saya menunggumu selesai berdoa. Entah apa dan siapa yang kamu doakan sehingga begitu lama. Saya menunggumu. Hanya itu. Saya menunggumu dan kesal dan menghampirimu dan bertanya, “Apa sudah selesai, Pak Tua?” Kamu diam saja.

Tanpa diminta memulai, saya ajukan pertanyaan kedua, “Sapardi yang saya cintai—setelah kekasih saya tentunya, bolehkah saya bertanya: lebih spektakuler mana antara kekuatan mantra kata-kata dengan doa?”  

Kamu masih diam saja. Tidak bergerak atau pun beranjak. Bersyukurlah ia yang dicintai Pak Tua ini. Yang tak henti-hentinya didoakan keselamatannya. Meskipun saya sedikit ngeri membayangkan rasanya bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya.

“Baiklah,” kata saya pelan dan menambahkan, akan menunggunya di sini sampai ia selesai berdoa. Saya harus mendapatkan jawaban itu, kata saya dalam hati, apapun yang terjadi.

Di dalam mimpi itu saya menunggunya tak jauh; sepelemparan batu, dari tempatnya bersemedi dan berdoa. Sambil berbaring. Karena begitu lama akhirnya saya jatuh tertidur. Dan bermimipi. Dan mimpi itu ialah bunga tidur. Dan ia ialah kupu-kupu. Dan saya adalah bunga yang tafakur menunggu. Selalu.

Akan namun, tak tahu masanya, kapan semuanya menjelma menjadi indah. Menjadi nyata. Nasi dan krupuk saja, memanglah tidak seenak yang saya kira. Mencintai dengan angan, tak lain ialah mereka yang menanam bunga, memupuk bunga tanpa berani memetik hasil penennya. Barangkali saya memang tidak mempunyai kehendak memetik bunga itu, selain memandangnya dari jauh. Selain berdoa sebelum tidur ditengah malam dan mencintainya dalam angan.

__

Samarinda, 22 Dec 2015. | ilustrasi 

Dicetak miring nukilan Puisi Sapardi Djoko Darmono; Aku Ingin; Dalam Doaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun