Mohon tunggu...
Zazuli Miftah
Zazuli Miftah Mohon Tunggu... Koki - Penulis itu seperti penjahit

Daripada terlambat, lebih kita mulai saja saat ini. Menulis untuk mengurai persoalan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Permasalahan Pertamina dalam Urusan Tumpahan Minyak

10 Oktober 2019   13:05 Diperbarui: 10 Oktober 2019   13:18 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Kalo ada perusahaan milik negara yang paling merusak lingkungan hidup di wilayah negaranya sendiri, tidak lain adalah Pertamina. Bagaimana tidak, belum selesai dengan urusan pencemaran di Teluk Balikpapan, dan tumpahan minyak yang mencemari pesisir pantai utara Laut Jawa, kini Pertamina kembali berulah, dengan mencemari sumur-sumur masyarakat di Kabupaten Cilacap.

Maka, sungguh beralasan jika judul tulisan ini saya labelkan ke Pertamina. Bahkan jauh sebelum tiga tragedi yang saya sebut di atas, saya ingin merunut beberapa tragedi poencemaran yang disebabkan oleh Pertamina, misalnya, saat pipa milik PT Pertamina EP Asset 2 Prabumulih, Sumatera Selatan, bocor pada Sabtu (15/12/2018) pagi.

Prabumulih Dicemari Minyak Mentah
Kebocoran pipa yang berfungsi mengalirkan minyak mentah itu terjadi di Jalan Anggrek, Kelurahan Prabumulih, Kecamatan Prabumulih Barat. Dan sebelum itu, sebelumnya, peristiwa serupa juga terjadi pada 5 Desember 2018 lalu.

Di dua kebocoran pipa Pertamina tersebut, ribuan liter minyak mentah tumpah dan mencemari lingkungan perumahan di sekitar lokasi kejadian. Anda bisa bayangkan, betapa rusaknya lingkungan di sana akibat tumpahan minyak mentah?

Bahkan hingga saat ini, masyarakat di sana masih merasakan dampak pencemaran. Bau menyengat yang diakibatkan dari tumpahan minyak, sumur-sumur air masyarakat yang hingga kini masih tercemar, dan matinya sejumlah ekosistem di sana, seperti unsur hara tanaman yang berpotensi menyuburkan tanah dan perkebunan masyarakat, pun harus hancur dan rusak.

Gambaran lain akibat kerusakan lingkungan di Prabumulih, berdasarkan pantauan di lokasi kejadian, minyak mentah berwarna cokelat itu terlihat menggenangi selokan-selokan yang ada di rumah warga. Tanaman yang dilalui aliran minyak juga tampak layu dan berwarna cokelat terkena tumpahan minyak.

Yang mengerikan, sebuah kolam ikan milik warga yang berada di sisi rel kereta api, juga berubah warna menjadi cokelat akibat terkena limbah minyak mentah. Bambang, ketua RT setempat mengatakan, ia melihat pipa yang berada tepat di depan rumahnya memuncratkan minyak setinggi 4 meter. (Baca: "Pipa Pertamina Kembali Bocor, Minyak Mentah Tumpah Cemari Lingkungan" - Kompas.com, 15 Desember 2018).

Ekosistem Teluk Balikpapan Rusak
Setelah dua kebocoran di Prabumulih, kita bergeser ke Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Terungkap, tumpahan minyak di teluk ini berasal dari pipa bawah laut  terminal Lawe-lawe ke fasilitas refineery PT Pertamina, yang 'putus'.

Akibatnya, minyak mentahpun bocor dan tumpah mengotori area seluas kurang lebih 7.000 hektar, dengan panjang pantai terdampak di sisi Kota Balikpapan dan Kabupaten Penajam Pasir Utara sepanjang sekitar 60 kilometer.

Yang lebih mengerikan, dari tragedi ini lima orang meregang nyawa !!!

Bagaimana dengan kerugian lingkungan akibat bocoran minyak di Teluk Balikpapan? Hutan mangrove yang sebelumnya tumbuh subur, rusak parah. Ujungnya bisa diduga, biota laut yang menopang ekosistem laut pun ikut hancur.

Dan jangan tanya lagi dampak terhadap masyarakat sekitar. Masyarakat mengeluhkan mual dan pusing karena bau minyak mentah yang sangat menyengat. Demikian antara lain isi laporan tim penanganan kejadian tumpahan minyak di Perairan Teluk Balikpapan, dan Penajam Pasir Utara, per 4 April 2018.

Dalam laporan tim penanganan itu dengan jelas disebutkan, dari fakta di lapangan ditemukan jika ekosistem yang mengalami kerusakan dahsyat, hingga saat ini kurang lebih sekitar 34 hektar.

Masing-masing di Kelurahan Kariangau, 6.000 mangrove di Kampung Atas Air Margasari, 2.000 bibit mangrove warga Kampung Atas Air Margasari dan banyak kepiting yang berujung kematian di Pantai Banua Patra.

Dan hingga hari ini, lapisan minyak masih terlihat, baik di perairan, tiang dan kolong rumah pasang surut penduduk di Kelurahan Margasari, Kelurahan Kampung Baru Hulu dan Keluarahan Kampung Baru Hilir dan Kelurahan Kariangau RT 01 dan RT 02, Kecamatan Balikpapan Barat.

Dan hingga kini, penyelesaian sengketa antara pihak Pertamina dan masyarakat terdampak, tak kunjung usai.

Pesisir Karawang, Bekasi dan Teluk Jakarta Tercemar

etelah rusaknya ekosistem di Teluk Balikpapan, kita bergeser ke Karawang. Pada 12 Juli 2019, Pertamina kembali berulah. Dari anjungan YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ), muncul gelembung gas dan tumpahan minyak ke perairan, sekitar 2 kilometer dari garis pantai pesisir utara Pulau Jawa. Perusahaan berkilah penyebab kebocoran adalah aktivitas re-entry saat pengeboran di sumur YYA-I.

Dampaknya, lautan seluas 45,37 kilometer persegi tercemar minyak dan gas. Bahkan pencemaran diperkirakan masih akan meluas, karena hingga hari ini penanganan belum tuntas.

Dibutuhkan waktu paling cepat 10 minggu, sejak kejadian ini diketahui, hanya untuk menutup kebocoran. Akibatnya bisa diduga, tumpahan minyak akhirnya menyentuh Pulau Untung Jawa di Kepulauan Seribu, yang masuk wilayah DKI Jakarta.

Dari pesisir Karawang, seluas 234 hektare terumbu karang terdampak tumpahan minyak, dan hutan mangrove di kepulauan Untung Jawa terpapar oil spill. "Ada delapan titik terumbu karang yang terindikasi terdampak," kata Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Karawang Hendro Subroto, Kamis (8/8/2019).

Hendro menambahkan, delapan titik tersebut yakni Karang Kapalan seluas 48 hektare, Karang Bengkok 18 hektare, Karang Bandengan 27 hektare, Karang Grabad 25 hektare, Karang Sendulang 77 hektare, Karang Areng 18 hektare, Karang Meja 29 hektare, dan Pulo Pasir 32 hektare. "Totalnya ada 234 hektare," tegas Hendro.

Kekhawatiran Forum Komunikasi Daerah Aliran Sungai Citarum (Forkadasc+) terbukti, tumpahan minyak dari sumur YYA-1 di lepas Pantai Karawang sejauh 7 mil laut pada 12 Juli 2019 lalu, mampu merusak terumbu karang Ciparage dan Sedulang, yang berjarak 6 mil laut dari Muara Pasir Putih. Menyedihkan !!!

Padahal, untuk terjadinya lingkungan terumbu karang yang sehat, dibutuhkan waktu yang panjang. Namun rusak seketika --meminjam istilah Walhi-- sebagai akibat melakukan kesalahan fatal, berdampak pada kerusakan yang fatal pula.

Karena dari tragedi kebocoran minyak dan gas di Karawang, lagi-lagi masyarakat menjadi korban. Ada seorang ibu hamil yang tewas mengenaskan, akibat sesak nafas karena bau menyengat oil spill.

Di luar itu, dua ekor lumba-lumba ditemukan mati mengenaskan. Aktivis lingkungan mensinyalir, keduanya mati karena polutan yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup.

Lantas, apa kompensasi yang diberikan Pertamina akibat ulahnya? Pertamina hanya mengganjar Rp 900 ribu bagi 14.721 masyarakat terdampak di pesisir Karawang.  Apakah itu sepadan? Silahkan anda jawab sendiri.

Padahal jika kita mau jujur, dampak tumpahan minyak itu mengakibatkan lumpuhnya perekonomian nelayan. Sejak tragedi terjadi, mereka tak bisa lagi melaut karena laut terpapar tumpahan minyak.

Sumur Warga Cilacap Tercemar Solar
Dan kini, Pertamina lagi-lagi berulah akibat keteledoran yang diperbuat. Kurang lebih 80 ribu liter bahan bakar minyak (BMM) jenis solar, tumpah dan mencemari tanah. Insiden ini bermula ketika kebocoran pipa penyalur BBM dari Terminal Lomanis, Cilacap ke Bandung, Jawa Barat, di Tarisi, Wanareja, Cilacap meresap masuk ke dalam tanah warga pada Minggu (5/10/2019) malam, sekitar pukul 23.30 WIB.

Jamaludin, Kabid Penataan dan Pentaatan DLH Kabupaten Cilacap mengatakan, dampak pertama yang terjadi adalah tercemarnya tanah warga di titik bocor di RT 06/7 Desa Tarisi, Wanareja.

"Laporan tertulis belum, karena konsentrasi penanganan. Mungkin sekitar 80 ribu liter yang keluar. Hari kemarin dan hari ini disedot dan dibawa ke Cilacap," katanya, Selasa (8/10).

Dampak kedua, masih kata Jamal, rembesan solar juga akan berdampak pada sumur warga. Akibatnya, warga di titik terdekat pipa bocor tak bisa memanfaatkan sumurnya. "Terkait dengan lingkungan, tentunya minyak sebanyak itu, pasti ada dampaknya. Kita sedang mendata," terang Jamal.

Sebenarnya masih banyak tragedi lingkungan hidup yang berdampak pada tragedi kemanusiaan yang ditimbulkan oleh Pertamina di masa lalu. Apa saja yang lainnya? Mari kita telusuri bersama-sama.  

Namun hikmah yang bisa kita ambil dari seluruh tragedi tersebut di atas juga punya dampak kerugian ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup mengancam. Sudah saatnya pemerintah mengambil sikap atas keteledoran ini. Dan saya yakin, Jokowi adalah Presiden yang mendengar !!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun