Mohon tunggu...
Soul Traveler
Soul Traveler Mohon Tunggu... -

Programmer, Musician, Special Traveler.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gerakan "Khilafah" HTI di Universitas Indonesia, Kok Bisa?

8 November 2014   05:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:20 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamu'alaikum! Setelah lama tidak menulis, penulis bersyukur dapat mendapatkan waktu luang untuk menulis. Kali ini, penulis inign membahas gerakan "Khilafah" HTI di area Universitas Indonesia. Mengapa penulis menggunakan tanda kutip? Karena berdasarkan, pengamatan penulis, cara menegakkan Khilafah HTI tidak sesuai dengan aturan Islam. Alasan penulis membahas topik ini adalah karena kekhawatiran penulis bahwa banyak orang, khususnya anak muda, yang tanpa tahu dengan jelas tujuan dari gerakan HTI, terburu-buru untuk langsung mengikutinya. Buat yang sama sekali tidak tahu HT dan HTI, singkatnya HTI adalah singkatan dari Hizbut Tahrir Indonesia. Mengapa ada Indonesia-nya? Karena gerakan Hizbut Tahrir ada di seluruh dunia, bahkan asalnya bukan dari Indonesia. Tujuan utamanya sama, menegakkan negara berbasis aturan Islam, KATANYA. HTI banyak berkembang di banyak perguruan tinggi, salah satunya di Universitas Indonesia. Di UI, HTI secara terang-terangan mengadakan rekrutmen terbuka kepada siapapun yang berminat untuk bergabung dalam gerakan anti-demokrasi dan pro-"Khilafah" tersebut. Di setiap halte bus UI, tertempel poster-poster HTI dengan desain yang mencolok dan juga kata-kata yang menjelek-jelekkan Demokrasi.

[caption id="" align="aligncenter" width="575" caption="Desain Poster HTI (sumber : www.google.com)"][/caption] Mirisnya, perkiraan penulis bahwa mahasiswa muslim yang notabene berwawasan luas dan dapat berpikir matang akan menolak gerakan HTI, SALAH BESAR. HTI berkembang pesat di UI. Acara-acara berbau penolakan Demokrasi makin sering dibuat. Melihat dari banyaknya spanduk dan poster yang disebarkan oleh HTI, sepertinya dukungan dana mereka cukup besar dan bisa berarti juga pengikutnya semakin banyak. Sekarang, mari kita bahas dulu mengapa penulis tidak setuju dengan cara HTI menerapkan sistem Khilafah di Indonesia. Sistem Khilafah adalah sistem pemerintahan yang berbasis pada Hukum Islam. Hukum Islam adalah hukum agama, yang berarti ditujukan kepada muslim. Yang menjadi masalah adalah mereka berkembang di Indonesia yang penduduknya heterogen secara suku, budaya, dan agama. Bagaimana mungkin Hukum Islam dapat diterapkan kepada non-muslim? Mereka sudah punya hukum agamanya masing-masing. Lain soal jika Indonesia adalah negara yang penduduknya 100% muslim. Jika keadaannya seperti itu, sah-sah saja jika sistem pemerintahannya menggunakan Khilafah. Selain itu, penulis melihat ada kejanggalan dari cara HTI menegakkan "Khilafah"-nya. Yang pertama, HTI menganggap Demokrasi bukanlah sistem pemerintahan yang baik, tetapi baru mengatakannya belakangan ini. Di mana HTI saat zaman Orde Baru? Tidak berani karena takut ditembak mati, kah? Faktor yang menyebabkan mereka dapat bersuara dan berkembang saat ini adalah kebebasan bersuara yang merupakan hasil dari Demokrasi. Seperti air susu dibalas dengan air tuba saja. Yang kedua, memaksakan kehendak diri sendiri kepada orang lain dilarang dalam Islam. Menurut surah Al-Baqarah ayat 256, Allah berfirman bahwa tidak ada paksaan bagi non-muslim untuk masuk Islam dan tidak pantaslah seorang muslim memaksakan non-muslim untuk masuk Islam. Itu adalah salah satu contoh bahwa muslim dilarang untuk memaksakan kehendak, karena hanya Allah yang maha menghendaki. Lalu, bagaimana dengan HTI yang memaksakan "Khilafah"-nya di Indonesia? Sesuaikah dengan ajaran Islam? Selain karena kejanggalan yang penulis lihat tentang HTI, penulis juga cukup gondok dengan pihak Universitas Indonesia. Sampai saat ini, HTI tidak tercatat sebagai organisasi resmi di kampus. Artinya, seharusnya ada tindakan tegas dari pihak Universitas Indonesia atas kegiatan ilegal yang dilakukan oleh HTI di dalam lingkungan kampus. Lalu, berhubungan dengan poster dan spanduk HTI yang dengan bebas ditempel di halte-halte bus. Perizinan penempelan poster dikoordinir oleh PLK. Mengapa PLK bisa memberikan izin? Ke mana juga BEM UI? Tentunya mereka sudah melihat poster dan spanduk anti-Demokrasi itu. Mengapa diam saja? Bukankah selama ini BEM UI paling sigap dalam menanggapi isu-isu publik? Tolong jadikan gerakan anti-Demokrasi isu yang kalian perhatikan juga. Penulis bukannya menolak Khilafah, tetapi pemaksaan Khilafah di negara yang sudah terlebih dahulu merdeka dan terlebih lagi heterogen penduduknya sangatlah tidak tepat. Bagi pihak rektorat dan BEM Universitas Indonesia, apakah kalian akan diam saja? Semoga tulisan ini bermanfaat. Artikel ini tidak bermaksud untuk menjelek-jelekkan Universitas Indonesia beserta civitas-nya. Penulis menulis artikel ini atas dasar dorongan dari teman-teman muslim yang sudah resah dan malu. Malu karena HTI bisa membuat citra Islam dan muslim menjadi tidak baik di mata non-muslim. Banyak teman-teman non-muslim yang mempertanyakan kepada penulis apakah seluruh umat Islam merencanakan hal yang sama seperti yang HTI lakukan. Hal itu sangat mengganggu pikiran. Semoga artikel ini bisa menjadi dorongan bagi seluruh elemen Universitas Indonesia untuk menjaga keutuhan NKRI dengan Demokrasi Pancasila-nya. Wassalamualaikum!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun