Makanya, jika tidak kaya beneran rasanya sulit bisa membeli rumah yg menempel di tanah (landed house). Oleh karena itu, di Singapura banyak dibangun rumah vertikal yakni rumah susun  atau apartemen.
Para anak muda di Singapura mana mau bekerja menjadi petugas kebersihan (cleaning service), Â SPG, supir taksi. Saya tak tahu apa penyebabnya. Mungkin karena faktor gengsi atau barangkali karena para pemuda di Singapura rata-rata teredukasi sehingga mereka tidak mau lagi bekerja kasar?Â
Di tambah pula di Singapura masih ada wajib militer. Makanya, para pekerja seperti penjaga toko, SPG, asisten rumah tangga banyak diimpor dari Indonesia dan Philipina.
Sementara, karena biaya hidup yg tinggi, mau tak mau, orang-orang berusia tua masih harus bekerja. Minimal mereka tidak membebani anak-anak mereka yg juga berat dalam mencari nafkah.
Setelah kita tahu sedikit cerita tentang Singapura, maka kita mestinya bersyukur hidup sebagai warga negara Indonesia. Yang belum serumit hidup di Singapura.
Singapura memang terlihat indah, cantik, dan glamor dari brosur-brosur promosi bagi para turis dan indah bagi para 'Shopaholic'.
Yang harus kita pelajari dari Singapura adalah bagaimana menerapkan aturan hukum yg tegas sehingga membuang puntung rokok pun bisa bikin orang jera dan takut. Sementara, di Indonesia memukul orang laksana samsak bagai tindakan biasa dan tidak membuat efek jera.
Kemudian, kita bangsa Indonesia, memang harus belajar dari Singapura dalam hal hidup bertoleransi. Di Singapura antar etnis hidup rukun damai saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H