"Banyak mitos tidak bertanggung jawab yang beredar tentang kehidupan kampus. 10 years post-graduation gw jadi merasa wajib menyampaikan ini." Kata pak Ikono
Oleh : Indra Agustian, Sarjana Muamalat Scholarship Awardee UHAMKA
Dunia kampus adalah dunia yang sangat dinamis. Siklus pertemanan yang silih berganti, mendapat pengalaman yang belum pernah dirasakan sebelumnya, sampai mendengar mitos-mitos seputar perkuliahan yang terkadang membuat mahasiswa memaksakan diri untuk melakukan hal diluar passionnya.Â
Radyum Ikono, seorang ahli dibidang teknologi nano, founder dari Nano Venture yang kini juga menjabat sebagai co-Founder dan CEO dari stratup platform bernama Schoters, membagikan sudut pandangnya mengenai situasi dunia professional setelah kuliah sekaligus memecahkan mitos yang selama ini beredar di kampus.Â
Schoters adalah startup Platform yang mewadahi mahasiswa untuk bisa mendapatkan beasiswa internasional, itu yang membuat Radyum Ikono yang akrab disapa pak Ikono ini banyak bersinggungan dengan dunia mahasiswa dan angkat bicara tentangnya. "Banyak mitos tidak bertanggung jawab yang beredar tentang kehidupan kampus. 10 years post-graduation gw jadi merasa wajib menyampaikan ini." Kata pak Ikono dalam status akun Facebook resmi miliknya,
Mitos yang pertama : IPK itu gak penting.
Mitos seperti ini biasanya digunakan oleh mahasiswa semester akhir sebagai "mitos pelarian" agar tidak terlalu merasa bersalah ketika memiliki Indeks Prestasi Komulatif atau IPK yang kecil. Namun mitos ini juga sangat berbahaya ketika didengar dan dipercaya oleh mahasiswa-mahasiswa baru. Jika itu terjadi maka berpotensi menciptakan sebuah pola pikir bagi mereka untuk tidak terlalu mengejar nilai yang baik selama berkuliah.
Pada kenyataanya peran IPK dalam dunia kerja memiliki pengaruh yang signifikan. IPK akan mengantarkan pemilikinya untuk mendapat kesan baik ketika interview dan menjadi indicator kecerdasan bagi para employer/HRD. "IPK itu ga penting. Yang penting itu adalah xyzabcdefg. This is not true. As an employer myself, oftentimes (bahkan always?) I use GPA as an early indicator of "smartness". Dan proven over time." Begitu tulis pak Ikono.
Pak Ikono juga menambahkan bahwa IPK yang bagus akan membantu seseorang mendapatkan kesempatan yang tinggi untuk diterima di pekerjaan yang lebih baik. Selain itu, seseorang dengan IPK yang bagus juga akan lebih mudah mendapatkan beasiswa di jenjang pendidikan selanjutnya.Â
"Orang yang IPK nya >3.5 jauuuh lebih gampang dapet beasiswa ke kampus/negara yg bagus. Jangan sampe nyesel deh." Pak Ikono sendiri adalah seorang ahli yang menghabiskan 7 tahun di Jepang dan 4 Tahun di Singapura untuk menjalani masa pendidikannya.
Mitos kedua : Harus ikut organisasi kampus supaya sukses!
Stigma bahwa mahasiswa yang tidak mengambil kesempatan untuk ikut organisasi kampus maka akan sulit mencari kerja, sulit berkembang, dan sulit untuk mendapatkan kesempatan beasiswa sangatlah umum di dunia perkuliahan. Mitos ini biasanya muncul ketika mahasiswa senior yang aktif di organisasi berusaha meyakinkan juniornya untuk ikut aktif dalam organisasi yang mereka jalani. Pak Ikono menjelaskan bahwa stigma ini terlalu dilebih-lebihkan.Â
Dari sudut pandang employer, Pak Ikono berpendapat bahwa portofolio sebagai seorang yang pernah menjabat dilembaga atau himpunan kampus sudah kurang memberi nilai plus sebagai seorang pelamar, apalagi mereka yang kosong prestasi dan papers-nya. Justru portofolio dibidang akademik seperti ikut dalam kegiatan PKM, student excange, dan terutama pengalaman magang/internship yang akan memberi nilai lebih seorang pelamar dimata employer.Â
"Kalo pun organisasi, biasanya gw lebih suka kalo yang join misal AIESEC, international community apa gitu, atau komunitas yang social impact gitu2 deh. Dan sesuatu yg nunjukin tingginya level influence dia." Tulis pak Ikono yang selanjutnya menuliskan bahwa pendapatnya ini banyak diamini oleh para praktisi dibidang HR.
Mitos yang ke-tiga : Yang jadi professor pun dipekerjakannya oleh orang yang pernah di DO oleh kampusnya (menggunakan sample pengalaman Bill gates dan Mark Zuckerberg)
Banyak pengalaman orang-orang hebat seperti pendiri Facebook Mark Zukerberg atau Bill Gates pendiri Microsoft yang drop-out dari kampusnya Harvard University, namun berhasil  menjadi Milioner yang sukses. Kisah-kisah ini justru dijadikan mitos dan diambil dari sudut pandang yang salah, sehingga membentuk pola pikir bahwa tidak perlu mengeluarkan effort lebih dalam berkuliah, toh yang di-DO saja bisa sukses.
Mitos ini justru menjadi hasutan yang digunakan mereka yang cenderung malas-malasan berkuliah dan coba mempengaruhi teman-temannya agar mengikuti pola berpikirnya dan ikut bermalas-malasan. Pengalaman Bill Gates yang di DO ini mengesampingkan bahwa Bill Gates adalah EX Harvard University, sebuah kampus dengan taraf pendidikan yang tinggi, juga mengesampingkan sample lain yang  menjadi juara dan lulus di universitasnya, seperti Nadiem Makariem atau Fajrin BL yang kini juga suskses menjadi orang hebat karena keberhasilan pendidikannya.
Menurut Pak Ikono dunia bisnis kini semakin menantang dan diperlukan kecerdasan untuk dapat berhasil didalamnya, maka dunia pendidikan menjadi salah satu cara terbaik untuk membentuk kecerdasan tersebut. "Sekarang anak muda ngejadiin startup/entrepreneurship sbg life goal banget soalnya. Jadi semua orang mau yg cum laude sampe yang DO berebut jadi yg begitu. Mark Zuck atau Bill Gates dijadiin sampel. Padahal mereka EX HARVARD. Itu otak smua isinya mereka wkwk."
Mitos ke-empat : Yang penting adalah networks, khususnya network di kampus
Mitos ini konteksnya menjadi tidak relevan ketika mereka yang hanya fokus membangun jaringan, namun cenderung tidak acuh terhadap peningkatan skill pribadi sebagai persiapan mereka menghadapi dunia profesional. Dan lagi, mitos ini biasanya digunakan oleh mahasiswa yang memiliki riwayat nilai yang tidak bagus karena malas dan mencari alibi untuk merasa benar akan hal itu.
Mitos ini juga ditambah dengan stigma bahwa mahasiswa lulusan luar negeri akan sulit mencari pekerjaan karena minimnya network dengan lulusan dari Indonesia.Â
Pada kenyataannya lulusan dengan skill yang hebat akan mudah membangun network pasca kelulusan, bahkan sebelum mereka lulus. "Lulusan luar tuh susah karena ga ada network lulusan alumni lokal". Again. Helloo, itu nadiem, founder tvlk, founder kopi kenangan, atau mafia2 NTU yang bangun bisnis billion dollar itu kok sukses-sukses aja hehe. Jadi yaa... Menurut gw bagus ya bagus aja. Network can be nurtured."
Mitos-Mitos ini adaah bentuk kesalahan penempatan sudut pandang dari analisa terhadap suatu situasi. Pada dasarnya, seorang mahasiswa akan berhasil ketika mereka memiliki skill yang capable dengan dunia bisnis saat ini, juga memiliki pengalaman yang telah membentuk dan mengembangkan dirinya menjadi seorang profesional yang handal.Â
IPK, network, dan Pengalaman organisasi adalah alat atau satu dari berbagi jalan menuju kesusksesan yang didambakan. "Apalagi ya? Itu aja sih kepikirannya smentara hehe. Semangat ya utk all mahasiswa on this planet :)" tutup tulisan Radyum Ikono dalam status akun Facebook resmi miliknya. (IAS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H