Sudah tidak asing lagi bukan dengan kata "moderasi beragama"? Kata ini sudah banyak tersebar dikalangan masyarakat Indonesia. Sebenarnya apa sih moderasi beragama itu? Apa hubungannya dengan tafsir? Mari kita kupas bersama-sama melalui tulisan artikel ini.
Secara bahasa, moderasi berasal dari bahasa latin yaitu moderatio yang memiliki arti kesedangan, tidak berlebihan dan tidak pula kekurangan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), moderasi artinya yaitu penjauhan dari keekstriman atau pengurangan kekerasan. Dalam bahasa Arab, kata moderasi itu disebut juga dengan "al-wasathiyyah" yang berasal dari kata wasat yang berarti pilihan terbaik dan tawassut yang artinya tengah-tengah atau jalan tengah. Syekh Yusuf Al-Qardhawi berpendapat, wasathiyyah atau yang disebut juga dengan at-tawazun merupakan upauya dalam menjaga keseimbangan antara dua sisi yang berlawanan atau bertolak belakang agar jangan sampai diantara kedua sisi ada yang mendominasi. Menyikapi agar seimbang yaitu bisa dengan memberi porsi yang adil kepada masing-masing sisi.
Abu Abdillah Al-Qurtubi yang sependapat dengan Jalaluddin As-Suyuti berpandangan bahwasannya kata wasat juga dimaknai dengan sesuatu yang adil dan paling baik diantara sesuatu yang lain. Menurut Al-Qurtubi, Allah SWT telah menghendaki umat Islam sebagai umat yang memiliki sikap wasat yang artinya umat yang moderat, adil, cerdas, selalu pada jalan yang tengah-tengah dan tidak pada posisi yang ekstrim. Sedangkan menurut Ibnu 'Ashur kata wasat ini dapar diartikan sebagai sesuatu yang berada di tengah-tengah atau sesuatu yang porsinya itu seimbang. Selaras dengan pendapat Ragib al-'Asfahani yang berpendapat bahwasannya wasat itu titik tengah, seimbang tidak ke kanan maupun ke kiri, mengandung keadilan keilmuan dan persamaan.
Jadi, dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya moderasi beragama yaitu suatu jalan tengah dalam beragama. Dengan kata lain tidak memihak kanan maupun kiri. Beragama dengan tidak ektrim melainkan dengan damai dan saling menghargai.
Al-Qur'an yang menjelaskan mengenai moderasi beragama tertuang dalam Q.S Al-Baqarah (2): 143:
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًاۗ
Artinya:"Dan demikian pula kami menjadikan kamu (umat Islam) 'umat pertengahan' agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu...."
Sayyid Qutub menjelaskan dalam tafsirannya bahwasannya pada kata "ummatawwasaton" ditafsiri sebagai umat pertengahan, adil dan pilihan. Dengan demikian, Allah SWT telah menjadikan umat Islam sebagai umat yang wasat yang adil dan sebagai umat pilihan. Kemudian pada kalimat "wayakuunarrosuulu 'alaikum syahiidan" Allah telah menekankan bahwa dijadikannya umat Islam sebagai penegak keadilan bukanlah sekedar status agamanya, namun juga berkat pondasi agamanya yang sempurna yaitu Islam agama yang Rahmatan Lil 'Alamin. Sehingga jika umat Islam selalu berpendirian kokoh terhadap akidah dan ajarannya maka ia akan menjadi umat yang terbaik, umat yang menjadi penegak keadilan di tengah-tengah umat manusia.
Akidah Islam itu menciptakan keadilan bukan kezaliman. Akidah Islam menjadi penegak dan tidak ekstrim baik ektrim kanan maupun kiri. Menurut Sayyid Qutub, akidah Islam itu ibarat cahaya yang terang benderang yang mampu menyinari hati dan ruh dirinya dan sekelilingnya.
Hasbi Ash-Shiddieqy menafsirkan "ummatan wasatan" sebagai seseorang yang moderat, memiliki gaya hidup yang tidak berlebih-lebihan dalam beragama. Menurut Quraish Shihab dalam tafsir Al-Mishbah menafsirkan sebagai umat pertengahan yang tidak memihak pihak kanan maupun kiri, jalan tengah dalam pandangan ataisme dan tidak pula menganut paham politeisme. Kemudian beliau juga menafsirkan bahwasannya "ummatan wasatan" itu umat yang mempunyai keseimbangan antara dunia (material) dan akhirat (spiritual).
Dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa kita sebagai umat Islam tidak boleh ekstrim dalam hal beragama. Umat Islam sebagai umat yang adil dan menjadi penengah. Kita harus moderat dan saling menghargai satu sama lain. Jangan memihak salah satu pihak baik pihak kanan maupun pihak kiri. Berhati-hatilah dan tanamkan pada diri Allah Tuhanku dan Muhammad Nabiku.
Semoga kita dapat menjadi manusia yang moderat. Dan dilindungi Allah dari kejahatan-kejahatan dunia yang fana ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H