Walaupun sama-sama penderita kanker, tapi tulisan kali ini memberikan perbedaan mendasar antara tindakan malpraktek tim dokter rumah sakit kanker, dengan penyakit kanker alias "kantong kering" bagi sobat yang praktek ke mall...hehehe
Mungkin masih melekat di ingatan kita, setahun yang lalu ada kabar, pasien rujukan BPJS rujukan  rumah sakit sebuah kota ke Jakarta yang menderita tumor ditangan sebelah kirinya berupa benjolan-benjolan sebesar telur ayam.
Dari klausul perjanjian medis/ prsetujuan yang ditandatangani keluarga pasien, tim dokter hanya menjelaskan melakukan tindakan medis pemotongan tulang iga dan pengangkatan tumor....betapa terkejutnya keluarga pasien setelah dilakukan tindakan medis, tim dokter malah mengamputasi tangan sebelah kiri pasien dari pangkal ketiaknya.
Dari keterangan dokter, tindakan itu diambil karena pasien dianggap sudah menderita tumor stadium IV, dimana dalam klausul perjanjian medis tak pernah tertuang alasan medis tersebut.
Jika sahabat pernah mendengar kata malapraktek, dari contoh kasus  diatas, ada diantara kita yang mengatakan kecerobohan tim dokter dalam mengambil tindakan medis tidak sesuai dengan perjanjian medis dan melanggar kode etik kesehatan.
Untuk mengkaji lebih dalam, penulis mencoba mengutip tentang malapraktek kesehatan dalam perspektif hukum positif indonesia.
Menurut Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridik ini menjadi :
1. Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)
Terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak dipenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh dokter atau tenaga kesehatan lain, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechmatige daad) sehingga menimbulkan kerugian pada pasien.
2. Malpraktek Pidana       (Criminal Malpractice)
Terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat dokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati atua kurang cermat dalam melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut.