Ketimpangan sosial dan kemiskinan adalah dua tantangan besar yang dihadapi oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin yang semakin melebar, serta angka kemiskinan yang masih tinggi, menjadi ancaman serius bagi stabilitas sosial dan ekonomi. Di tengah tantangan ini, keuangan publik Islam muncul sebagai solusi potensial dengan prinsip-prinsipnya yang menekankan keadilan sosial, redistribusi kekayaan, dan pemberdayaan masyarakat. Keuangan publik Islam menawarkan pendekatan holistik yang tidak hanya bersifat ekonomis tetapi juga mencakup dimensi etika, spiritual, dan sosial. Dengan berbagai instrumen unik seperti zakat, wakaf, infak, dan sedekah, keuangan publik Islam dapat memainkan peran strategis dalam mengatasi ketimpangan dan kemiskinan secara berkelanjutan.
Salah satu instrumen utama dalam keuangan publik Islam yang secara langsung berkontribusi pada pengentasan kemiskinan adalah zakat. Sebagai salah satu rukun Islam, zakat diwajibkan bagi setiap Muslim yang mampu untuk membersihkan hartanya dan membantu mereka yang membutuhkan. Dalam konteks modern, zakat tidak hanya dilihat sebagai kewajiban spiritual, tetapi juga sebagai alat redistribusi kekayaan yang efektif. Zakat yang dikelola dengan baik dapat diarahkan kepada delapan golongan penerima (asnaf) yang disebutkan dalam Al-Qur'an, termasuk fakir, miskin, dan gharimin (orang yang berutang). Dalam perspektif keuangan publik Islam, zakat adalah mekanisme yang dirancang untuk mengurangi kesenjangan sosial dengan mengambil sebagian kekayaan dari kelompok kaya dan mendistribusikannya kepada kelompok yang kurang mampu. Dengan cara ini, zakat berperan penting dalam menciptakan keseimbangan ekonomi dan sosial.
Namun, pengaruh zakat dalam mengatasi kemiskinan sangat bergantung pada kualitas pengelolaannya. Di Indonesia, potensi zakat diperkirakan mencapai lebih dari Rp 300 triliun per tahun, tetapi realisasi pengumpulannya masih jauh dari angka tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa potensi zakat belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya literasi keuangan Islam di kalangan masyarakat, yang mengakibatkan rendahnya kesadaran untuk membayar zakat melalui lembaga resmi seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) atau lembaga amil zakat lainnya. Untuk mengoptimalkan peran zakat, diperlukan edukasi dan kampanye yang intensif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya zakat sebagai instrumen keuangan publik Islam. Selain itu, pengelolaan zakat harus dilakukan secara profesional, transparan, dan akuntabel, sehingga dana yang terkumpul dapat digunakan untuk program-program yang benar-benar memberikan dampak signifikan bagi penerima manfaat.
Selain zakat, wakaf juga merupakan instrumen penting dalam keuangan publik Islam yang memiliki potensi besar untuk mengatasi ketimpangan dan kemiskinan. Wakaf sering kali diwujudkan dalam bentuk aset tetap seperti tanah atau bangunan, yang kemudian digunakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur sosial seperti sekolah, rumah sakit, atau fasilitas umum lainnya. Dalam konteks modern, konsep wakaf produktif memungkinkan aset wakaf dikelola secara profesional untuk menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan kembali untuk program-program pemberdayaan masyarakat. Misalnya, pendapatan dari pengelolaan wakaf dapat digunakan untuk memberikan beasiswa bagi siswa kurang mampu, menyediakan layanan kesehatan gratis, atau mendanai pelatihan keterampilan bagi kelompok miskin. Dengan pendekatan ini, wakaf tidak hanya menjadi amal ibadah, tetapi juga alat yang efektif untuk menciptakan perubahan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan.
Instrumen modern dalam keuangan publik Islam, seperti sukuk atau obligasi syariah, juga memainkan peran penting dalam mendukung pengentasan kemiskinan. Sukuk telah digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk membiayai berbagai proyek infrastruktur, termasuk jalan, jembatan, dan fasilitas energi terbarukan. Proyek-proyek ini tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan akses masyarakat miskin ke infrastruktur yang lebih baik. Selain itu, sukuk juga menjadi instrumen pembiayaan yang etis karena bebas dari riba dan spekulasi, sehingga mencerminkan nilai-nilai keuangan Islam yang mengutamakan keadilan dan keberlanjutan.
Keuangan publik Islam juga berperan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat, terutama melalui pembiayaan mikro berbasis syariah. Pembiayaan mikro ini dirancang untuk mendukung kelompok masyarakat prasejahtera, seperti pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dalam mengembangkan usaha mereka. Salah satu contoh sukses adalah program PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Mekaar Syariah, yang memberikan pembiayaan mikro tanpa agunan kepada perempuan prasejahtera. Program ini tidak hanya membantu mereka memulai atau mengembangkan usaha kecil, tetapi juga meningkatkan pendapatan keluarga dan menciptakan lapangan kerja di tingkat lokal. Dalam jangka panjang, pemberdayaan ekonomi ini dapat membantu mengurangi kemiskinan secara signifikan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Salah satu keunggulan utama keuangan publik Islam dalam mengatasi ketimpangan dan kemiskinan adalah pendekatannya yang berbasis pada prinsip keadilan distribusi kekayaan. Dalam sistem ekonomi konvensional, ketimpangan sering kali diperparah oleh kebijakan fiskal yang tidak berpihak pada kelompok miskin. Sebaliknya, keuangan publik Islam dirancang untuk memastikan bahwa sumber daya ekonomi didistribusikan secara adil melalui instrumen seperti zakat, wakaf, dan infak. Dengan mengarahkan dana publik kepada kelompok yang paling membutuhkan, sistem ini mampu menciptakan keseimbangan sosial dan ekonomi. Misalnya, dana zakat dapat digunakan untuk mendanai program pelatihan keterampilan bagi kelompok miskin, sehingga mereka dapat meningkatkan daya saing di pasar kerja. Dengan cara ini, keuangan publik Islam tidak hanya menjadi alat redistribusi, tetapi juga menciptakan peluang bagi masyarakat untuk keluar dari kemiskinan.
Namun, pengembangan keuangan publik Islam untuk mengatasi ketimpangan dan kemiskinan tidak terlepas dari tantangan. Salah satu hambatan utama adalah kurangnya pemahaman masyarakat tentang prinsip-prinsip keuangan Islam dan manfaatnya bagi kesejahteraan sosial. Selain itu, regulasi yang mendukung pengelolaan instrumen keuangan publik Islam seperti zakat dan wakaf masih memerlukan penyempurnaan. Kurangnya inovasi dalam pengelolaan dana publik berbasis syariah juga menjadi kendala, terutama dalam menghadapi persaingan dengan sistem keuangan konvensional. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis untuk mengatasi hambatan ini dan mengoptimalkan potensi keuangan publik Islam.
Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah meningkatkan literasi keuangan Islam di kalangan masyarakat. Edukasi tentang pentingnya zakat, wakaf, dan instrumen keuangan syariah lainnya harus menjadi prioritas. Pemerintah, lembaga keuangan Islam, dan organisasi keagamaan harus bekerja sama dalam menyelenggarakan kampanye edukasi yang menjelaskan peran keuangan publik Islam dalam mengatasi ketimpangan dan kemiskinan. Selain itu, regulasi yang mendukung pengelolaan keuangan Islam harus diperkuat untuk memastikan bahwa dana publik berbasis syariah dikelola secara transparan dan akuntabel. Inovasi teknologi, seperti pengembangan aplikasi digital untuk pembayaran zakat atau pengelolaan wakaf, juga perlu didorong untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam pengelolaan dana.
Kesimpulannya, keuangan publik Islam memiliki potensi besar untuk mengatasi ketimpangan dan kemiskinan di Indonesia. Dengan prinsip-prinsip yang menekankan keadilan, redistribusi kekayaan, dan pemberdayaan masyarakat, sistem ini mampu memberikan solusi yang holistik dan berkelanjutan. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada komitmen dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga keuangan Islam, dan masyarakat. Dengan dukungan yang tepat, keuangan publik Islam dapat menjadi pilar utama dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil, sejahtera, dan berkelanjutan. Model ini tidak hanya menawarkan solusi ekonomis tetapi juga membawa nilai-nilai moral dan spiritual yang memperkuat fondasi sosial
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H