Mengenal kemiskinan memang baiknya pernah mengalami apa yang dinamakan miskin. Dan kebetulan saya pernah mengalaminya. Ketika itu, ada banyak pemikiran dan pertanyaan besar terlintas di kepala kenapa negara ini tidak bisa lepas dari jerat kemiskinan.Â
Beberapa tulisan dari para akademisi maupun praktisi yang pernah saya pelajari selama ini selalu melihat kemiskinan dari sudut pandang yang tidak komprehensif.Â
Sejak berdirinya negara ini, isu ini belum juga menemukan solusi yang tepat. Dengan adanya penyebaran wabah virus corona Covid-19 baru-baru ini, masalah kemiskinan di Indonesia akan menemui babak baru, bahkan semakin rumit.Â
Menurut opini Bank Dunia, pada tahun 2020 Â pandemi virus ini akan menambah jumlah penduduk miskin di kawasan Asia Timur dan Pasifik, termasuk Indonesia, yang diprediksi akan mencapai 11 juta orang.
Hal ini memunculkan pertanyaan pada orang awam, apakah program-program pengentasan kemiskinan selama ini benar-benar dijalankan? Mungkin dari sini kita perlu mengkaji ulang diri sendiri, baik dari sisi pemerintah (negara) maupun rakyat, apa yang salah?jangan- jangan definisi kemiskinan pun kita masih belum satu suara?
Secara umum, kemiskinan berarti kurangnya tingkat pendapatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Untuk mendefinisikan kemiskinan yang lebih komprehensif, tidak ada salahnya menengok kembali hasil pemikiran pemenang Nobel Ekonomi tahun 2019 yang lalu.Â
Mereka adalah Abhijit Banerjee, ekonom dari India, Esther Duflo, ekonom dari Prancis, serta ekonom Amerika Serikat Michael Kremer. Riset mereka berkesimpulan bahwa membaca persoalan kemiskinan harus disesuaikan dengan tingkat standar kehidupan masyarakat yang diteliti.
Analogi sederhananya adalah tidak bisa menyamakan definisi miskin di Indonesia dengan di Singapura. Dan definisi tersebut perlu penyesuaian secara berkala. Berdasarkan hal- hal tersebut, beberapa aspek kunci perlu diperkuat dalam rangka mengentaskan kemiskinan di negeri ini.
Aspek pertama adalah kemauan politik. Bicara politik sebaiknya juga bicara tentang komitmen yang kuat dan tekad keras dari pihak eksekutif maupun legislatif yang secara langsung berwenang dan bertanggung jawab dalam pengentasan kemiskinan.Â
Komitmen untuk menyusun agenda pembangunan daerah yang menempatkan pengentasan kemiskinan pada skala prioritas pertama. Kemauan untuk secara jujur dan terbuka mengakui kelemahan dan kegagalan pengentasan kemiskinan di masa lalu dan tekad untuk memperbaiki keadaan di masa yang akan datang.